KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar
di dunia. Kebenaran dari pernyataan ini dapat di lihat dari kondisi
sosiokultural maupun geografis yang begitu beraneka ragam dan luas. Sekarang
ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sekitar 13.000 ribu pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya
berjumlah lebih dari 200 juta jiwa. Terdiri dari 300 duku yang menggunakan
hampir 200 bahasa yang berbeda. Selain itu mereka juga mengenal agama dan
kepercayaan yang beragam seerti Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu,
Budha, Konghucu serta berbagai aliran kepercayaan.
Kemajmukan
bangsa Indonesia tersebut selain merupakan khasanah kekayaan kebudayaan
nasianal dan kekuatan bangsa,bisa juga menimbulkan berbagai problematic atau
persoalan.korupsi,kolusi,nepotisme,konflik politik,separatisme,kerusuhan antar
etnis dan agama,dan lainnya merupakan bentuk nyata dari fenomena
multikulturalisme tersebut.konflik bernuansa SARA (suku agama,ras,dgga
menimbinan antar kelompok) yang terjadi di ambon,poso,sampit,Pontianak,irian
jaya,bayuwangi,Jakarta dan lainnya yang berlangsung selama ini hingga
menimbulkan jatuhnya banyak korban jiwa,harta,dan perusakan sarana ibadah antar
pemeluk agama serta infrastruktur social,merupakan bukti empiris persoalan
multikulturalisme.[1]
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah
konsep pendidikan islam ?
2.
Bagaimanakah
konsep pendidikan islam dimasyarakat multicultural ?
3.
Bagaimanakah
konsep pendidikan islam di tengah masyarakat ?
4.
Bagaimanakah
solusi pendidikan islam ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui konsep pendidikan islam
2.
Untuk
mengetahui konsep pendidika islam dimasyarakat multicultural
3.
Untuk
mengetahui konsep pendidikan islam di tengah masyarakat
4.
Untuk
mengetahui solusi pendidikan islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP
PENDIDIKAN ISLAM
1.
Pengertian
pendidikan islam
Secara
terminologis pendidikan agama islam sering diartikan dengan pendidikan yang
berdasarkan ajaran islam (tafsir,2004:12).Dalam pengertian yang lain di katakan
oleh ramayullis (2004:3). bahwa pendidikan agama islam adalah proses
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,mencintai tanah
air,dan tegap jasmaninya,sempurna budi pekertinya (akhlaknya),teratur
pikirannya,halus perasaannya,mahir dalam pekerjaanya,manis tutur katanya,aik
dengan lisan maupun tulisan.
Zakiyah
Darajat (1989:87)mendenefisiskan pendidikan agama islam adalah,suatu usaha
sadar untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami
ajaran islam secara menyeluruh (kaffah).lalu menghayati tujuan yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup.
Defenisi
pendidikan agama islam secara lebih rinci dan jelas,tertera dalam kurikulum
pendidikan agama islam ialah sebagai upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal,memahami,menghayati hingga mengimani,bertakwa,dan
brakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya kitab
suci al-quran dan hadist melalui kegiatan bimbingan,pengajaran,latihan,serta
panggunaan pengalaman.di barengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umatberagama dalam masyrakathingga
terwujudkesatuan dan persatuan bangsa (majid dan andayani,2004:130).
a)
Landasan pelaksanaan
pendidika islam
Majid (2004:132) mengatakan paling tidak ada tiga landasan
yangmendasari pelaksanaan pendidikan agama islam di dalam lembaga pendidikan
dasar dan menengah,ketiga landasan tersebut ialah :
1)
landasan
yuridis formal
maksudnya ialah landasan yang berkaitan dengan dasar undang-undan
yang berlaku pada suatu Negara.Landasan yuridis formal tersebut terdiri atas
tiga macam yaitu :
a.
dasar
ideal,yaitu dasar falsafah Negara pancasila,sila pertama,ketuhanan yang Maha
Esa.
b.
dasar
structural atau konstitusional,yaitu UU Dasar 45,dalam bab XI pasal 29 ayat 1
yang berbunyi,”Negara berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa” dan pasal 2
yang berbunyi,”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu,”
c.
undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 12 ayat 1 poin a,
yang mengatakan,”setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama
sesuai dengan agama yang dianutnya oleh pendidik yang seagama.”
2.
landasan
psikologis
maksudnya ialah landasan yang berhubungan dengan aspek kejiwaan
kehidupan bermasyarakat.hal ini di dasarkan bahwa manusiaadalam hidupnya baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat,di hadapkan pada hal-hal
yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram,sehingga memerlukan suatu
pegangan hidup.pegangan hidup itu di namakan dengan agama.
3.
landasan
religious
maksudnya ialah landasan yang bersumber dari ajaran islam.menurut
ajaran islam pendidikan agama adalah perintah Allah swt,dan merupakan
perwujudan beribadah kepadanya.landasan ini bersumber pada Al-quran dan
al-hadist.
a.
Tujuan
pendidikan agama islam
tujuan pendidikan agama islam adalah sesuatu yang ingin dicapai
setelah melakukan serangkaian proses pendidikan agama islam disekolah atau
madrasah. terdapat beberapa pendapat mengenai tujuan pendidikan agama islam
ini. diantaranya al-Attas, ia menghendaki tujuan pendidikan (agama) islam itu
adalah manusia yang baik. sementara itu, marimba mengatakan, menurutnya tujuan
pendidikan (agama) islam adalah terciptanya orang yang berkepribadian muslim.
berbeda dengan al-Abrasy, menghendaki tujuan akhir pendidikan (agama) islam itu
adalah terbentuknya manusia yang berakhlak mulia (akhlak al- karimah). munir
musyi mengatakan tujuan akhir pendidikan islam adalah manusia yang sempurna
(al-insan al-kamil)[2]
Pendidikan kata ini juga diletakkan kepada islam dan telah di
denefisikan secara berbada-beda oleh berbagai kalangan,yang banyak di pengaruhi
pandangan dunia (weltanschauung) masing-masing.Namun,pada dasarnya semua
pandangan berbeda itu bertemu dalam semacam kesimpulan awal,bahwa pendidika
merupakan suatu proses penyiapan genersi muda untuk menjalankan kehidupan dan
memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien.
Pengertian pendidikan secara umum,yang kemudian di hubungkan dengan
islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian
baru,yang secara implisitnmenjelaskan karakteristik-karakteristik yang di
milikinya.pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks islam
inheren dalam konotasi istilah “tarbiyah,ta’lim,dan ta’did” yang harus di
pahami secara bersama-sama.ketiga istilah itu,mengandung makna yang amat dalam
menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya
dengan tuhan salin berkaitan satu sama lain.istilah-istilah itu pula sekaligus
menjelaskan ruang lingkup pendidikan islam ; informal,formal dan non formal.[3]
Disini pendidikan islam merupakan suatu proses pembentukan individu
berdasarkan ajaran-ajaran islam yang di wahyukan Allah swt,kepada Muhammad saw
melalui proses dimana individu di bentuk
agar dapat mencapai derjat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya
sebagai khalifah dimuka bumi,yang dalam kerangka lebih lanjut mewujudkan
kebahagiaan dunia akhirat.Tegasnya,senada dengan apa yang di kemukakan Ahmad D.
Marimba bahwa; Pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju
kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.[4]
Pendidikan islam merupakan salah satu aspek saja dari ajaran islam
secara keseluruhan .karenanya tujuan pendidikan islam tidak terlepas dari
tujuan hidup manusia dalam islam;yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba
Allah yang selalu bertakwa kepada –Nya,dan dapat mencapai kehidupan yang
berbahagia di dunia dan akhirat.Dalam konteks social masyarakat bangsa dan Negara
maka pribadi yang bertakwa ini menjadi rahmatan lil’alamin baik dari skala
kecil maupn besar.Tujuan hidup manusia dalam islam inilah yang dapat disebut
juga sebagai tujuan akhir pendidikan islam.
b.
dasar-dasar
pendidikan islam
1)
Dasar-dasar
pendidikan islam,secara prinsipal di letakkan pada dasar-dasar ajaran islam dan
seluruh perangkat kebudayaannya. dasar-dasar pembentukan dan pengembangan
pendidikan islam yang pertama dan utama tentu saja al-qur’an dan
sunnah.Al-quran memberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan
yaitu,penghormatan kepada akal manusia,bimbingan ilmiah,tidak menentang fitrah
manusia,serta memelihara kebutuhan sosial.
2)
Nilai-nilai
social kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-quran dan
sunnah atas prinsip mendatangkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan bagi
manusia.Dengan dasar ini,maka pendidikan islam dapat di letakkan di dalam
kerangka sosiologis,selain menjadi sarana transmisi pewaris kekayaan sosial
budaya yang positif bagi kehidupan manusia.
3)
Warisan pemikiran islam juga merupakan dasar penting
dalam pendidikan islam.dalam hal ini hasil pemikiran para
ulama,filosof,cendikiawan muslim khususnya dalam pendidikan menjadi rujukan
penting bagi pengembangan pendidikan islam.
1) Pendidikan islam adalah penekanan pada
pencarian ilmu pengetahuan,penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada
Allah Swt.setiap penganut islam wajib mencari ilmu pengetahuan untuk di pahami
secara mendalam yang dalam tarf selanjutnya di kembangkan dalam kerangka ibadah
guna kemaslahatan umat islam.pencarian,penguasaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan ini merupakan suatu proses yang berkesinambungan, dan pada prinsipnya
berlangsung seumur hidup. Inilah yang kemudian yang di kenal dengan
istilah life long education dalam sistem pendidikan modern.
2) sebuah ibadah,maka dalam pencarian,dan
pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan islam sangat menekankan pada
nilai-nilai akhlak.didalam konteks ini maka kejujuran,sikap tawaduk,menghormati
sumber pengetahuan dan sebagainya merupakan prinsip-prinsip penting yang perlu
dipegangi oleh setiap pencari ilmu.
3) pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang
untuk berkembang dalam suatu kepribadian.setiap pencari ilmu di pandang sebagai
mahluk tuhan yang perlu di hormati dan disantuni, agar potensi-potensi yang
dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya.
4) pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar
tanggung jawab kepada tuhan dan masyarakat.Disini suatu pengetahuan bukan hanya
untuk diketahui,dan dikembangkan,melainkan sekaligus di peraktekkan dalam
kehidupan nyata.Dengan demikian terdapat konsisiten antara apa-apa yang
diketahui dengan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.[5]
B. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DI MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
Multikulturalisme
adalah kearifan untuk melihat keanekaragaman budaya sebagai realitas
fundamental dalam kehidupan bermasyarakat.kearifan ini terwujud apabila
seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat
realitas plural sebagai sebuah kemestian yang tidak bias di ingkari atau di
tolak,apalagi di musnahkan.
persoalan
yang kemudian muncul dalam masyarakat majemuk adalah konflik,yang dengan
sendirinya bias mengguncang tatanan social yang telah lama mengakar.Sehingga
multikulturalisme sebenarnya merupakan buah perjalanan panjang intelektual
manusia setelah berjumpa dan bergelut dengan konflik.multikulturalisme adalah
posisi intelektual yang menyatakan keberpihakannya pada pemaknaan terhadap
persamaan,keadian,kebersamaan untuk memperkecil ruang konflik yang destruktif.[6]
A.L.Kroeber da Concept Kluckhohn,dalam
bukunya Cultural:A CriticalReview of Concept and Definition,telah mengumpukan
kurang lebih 161 defenisi tentang kebudayaan,dengan jumlah tersebut,terbagi
dalam berbagai kelompok yang meninjau kebudayaan dari berbagai sudut pandang.
Defenisi
budaya yang di kemukakan oleh Taylor, menurutnya, kebudayaan adalah keseluruhan
kompleks yang mencakup ilmu pengetahuan,kepercayaan,seni,hokum,moral,adat
istiadat dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang di terima manusia sebagai
anggota masyarakat.
Kebudayaan
sebagai sebuah tata nilai,aturan,norma,hukum,pola piker dan seagainya itu
adalah meerupakan sebuah konsep yang di hasilkan melalui proses
akumulasi,transformasi,dan pergelumunan dari berbagai nilai yang bergumul
menjadi satu dan membentuk sebuah kebudayaan.Nilai-nilai yang tergabung dalam
kebudayaan tersebut berasal dari sumbangan yang di berikan oleh agama,adat
istiadat,tradisi,norma-norma yang terdapat dalam masyarakat.Diantara nia-nilai
yang berkontribusi tersebut yang paling besar sumbangannya adalah nilai agama.
Kehidupan
manusia,dalam suatu masyarakat,tidak dapat lepas dari pangaruh kebudayaan yang
mengitarinya.pola pikir,ucapan,perbutan,dan berbagai keputusan yang diambil
oleh menusia senantiasa di pengaruhi oleh pandangan budayanya.
Pendidikan
multikulturalisme berjalan bergandengan dengan proses demokratisasi tersebut di
pacu oleh adanya peningkatan terhadap pengakuan terhadap hak asasi manusia yang
tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan warna kulit,agama,jenis
kelamin,status social,pekerjaan dan lainya sebagainya.tanpa membedakan warna
kulit,asal usul,agama, dan jenis kelamin.
Berdasrkan
uraian terlihat tiga hal sebagai berikut. Pertam, pendidikn multikultural
muncul karena adanyakecenderungn yng muncul dari setiap warga negara untuk
memeperoleh pengakuan secara lebih adil dan demokratis dalam bidang pendidikan,
social,ekonomi,dan lain sebagainya, dan tidak membedakan latar belakang
agama,budaya,etnis dan lain sebgainya kecenderugan tersebut muncul antara lain
setelah perang dunia ke 11, serta adanya tekanan demokratisasi dari
Negara-negara maju. Kedua,pendidikan multi kultural muncul sebagai akibat
dorongan masyarakat kepada pemerintah untuk menerapkan perisip-perinsip
kehidupan yang lebih berbudaya dan berbeda dalam segi aspek kehudupan
ekonomi,politik,social,budaya, dan lain sebagainya. Perinsi-perinsip kehidupan
yang lebih berbudaya dan beradab itu antara lain meliputi penghargaan terhadap
hak-hak asasi manusia,keadilan, egaliter, manusiawi, jujur, amanah toleransi
dan persaudaraan. Ketiga, mutikultural muncul karena adanya kecenderungan untuk
mengakui pluralisme (keragaman) sebagai sebuah keniscayaan dan realitas yang
bersifat alami dan diterimah dengan penuh kesadaran.Pendidikan multikultural
menghendaki agar setiap Negarayang memiliki keragaman penduduk harus
diperlakukan secara adil dan demokratis.[7]
C.
KONSEP
PENDIDIKAN ISLAM DI TENGAH MASYARAKAT MULTIKULTURAL
1.
Pengertian Pendidikan
Multikultural
Akar kata
multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme
dibentuk dari kata multi yang
berarti banyak, kultur yang berarti budaya, dan isme yang
berarti aliran atau paham.[8]
Secara
sederhana multikulturalisme berarti “keberagaman budaya”. Istilah
multikultural ini sering digunakan untuk menggambarkan tentang kondisi
masyarakat yang terdiri dari keberagaman agama, ras, bahasa, dan budaya yang
berbeda.
Konsep
multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai
kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa, ataupun
agama. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya kemajemukan (yang
lebih dari satu), maka multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan
segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik.
Multikulturalisme menjadi semacam respons kebijakan baru terhadap keragaman.
Dengan kata lain, adanya komunitas-komunitas yang berbeda saja tidak cukup,
sebab yang terpenting adalah bahwa komunitas-komunitas itu diperlakukan sama
oleh Negara
Oleh karena
itu, multikulturalisme sebagai sebuah gerakan menuntut pengakuan (politics
of recognition) terhadap semua perbedaan sebagai entitas dalam
masyarakat yang harus diterima, dihargai, dilindungi serta dijamin
eksistensinya.
Gerakan
multicultural muncul pertama kali sekitar tahun 1970 an di Kanada dan
Australia, kemudian di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lain-lain. Dalam
multikulturalisme menegaskan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah
sama di dalam ruang public sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain
secara sama sebagai kesatuan tanpa memperdulikan perbedaan budaya, atnik,
gender, bahasa ataupun agama.
Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi
perbedaan-perbedaan, termasuk perbedaan-perbedaan kesukubangsaan dan suku
bangsa dalam masyarakat yang multicultural
Multicultural merupakan suatu komsep yang ingin membawa masyarakat dalam
kerukunan dan perdamaian, tanpa ada konflik dan kekerasan, meski didalamnya ada
kompleksitas perbedaan.
Terdapat dua istilah yang sering digunakan dalam
dunia pendidikan yaitu
“pedagogi” dan “pedagogik”. Pedagogi berarti pendidikan,sedangkan pedagogik
berarti ilmu pendidikan.
Secara sederhana multikulturalisme bisa dipahami sebagai pengakuan, bahwa
sebuah Negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Atau dapat pula
diartikan sebagai kepercayaan kepada normalitas dan penerimaan keragaman
menurut Azyumardi Azra dalam Zakiyuddin Baidhawy (2005).
Pengertian tentang multikulturalisme setidaknya mengandung dua pengert ian yang sangat kompleks
yaitu multi yang berarti plural, kulturalisme berisi pengertian
kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena
pluralisme bukan berarti seekedar pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis,
namun pengakuan yang memiliki implikasi-implikasi politis, sosial dan ekonomi.
Oleh sebab itu pluralisme bersangkutan
dengan prinsip-prinsip demokrasi H.A.R. Tilaar (2004).
Pendidikan multikultural adalah merupakan suatu wacana yang lintas batas,
karena terkait dengan masalah-masalah keadilan sosial (social justice),
demokarasi dan hak asasi manusia. tulus, dan toleran terhadap
keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural.
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan pada tingkat deskriptif
dan normative, yang menggambarkan isu-isu dan masalah- masalah pendidikan
berkaitan dengan masyarakat multikultural. Labih jauh lagi mencakup pengertian
tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi
pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, maka
kurikulum pendidikan multkultural harus mencakup subjek-subjek seperti :
toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural, dan agama; bahaya
diskriminasi; penyelesaian konflik dan mediasi; HAM; demokrasi dan pluralitas;
kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan Said (2004).
2.
Tujuan Pendidikan
Multikultural
Tujuan pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan
akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi
sebagai perantara agar tujuan akhirnya tercapai dengan baik.
Pada dasarnya tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangun wacana
pendidikan, pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan
ilmu pendidikan ataupun mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka
mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak mereka tidak
hanya mampu untuk menjadi transormator pendidikan multikultural yang mampu
menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan demokrasi secara langsung di
sekolah kepada para peserta didiknya.
Sedangkan tujuan akhir pendidikan multikultural adalah peserta didik tidak
hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan
tetapi diharapakan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat
untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis. Karena tiga hal
tersebut adalah ruh pendidikan multikultural Ainul Yaqin (2005).
3.
Metode dan Pendekatan
Pendidikan Multikultural
Sebagai sebuah konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem kurikulum,
biasanya pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method
and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam
pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
a)
Metode Kontribusi
Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami
dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan
pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama.
Mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam
pelajaran atau pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini. Namun perhatian
yang sedikit juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan
sesudah event atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi
secara mendalam.
Namun metode ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual
dan perayaan terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting
pada wilayah subjek inti.
b)
Metode Pengayaan
Materi pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam
kurikulum tanpa harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya
kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur
atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar
untuk menilai atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang
masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu,
seperti pernikahan, dan lain-lain.
Metode ini juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni
materi yang dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan
yang mainstream. Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari
perspektif yang dominan.
c)
Metode Transformatif
Metode ini secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya. Metode
ini memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif
budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan
perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang
akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide.
Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar
untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama
tertentu. Misalnya, membahas konsep “makanan halal” dari agama atau kebudayaan
tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Metodeini
menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip
kebhinekaan sebagai premis dasarnya.
d)
Metode Pembuatan Keputusan
dan Aksi Sosial
Metode ini mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata
dimasyarakat, yang pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial.
Pembelajar tidak hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial,
tapi juga melakukan sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.
Metode ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami
dinamika ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan
mengubah sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk
mengajarkan pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk
memberdayakan mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan
kemujaraban berpolitik.
Pendekatan-pendekatan yang mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan
kultural adalah sebagai berikut:
1)
Pendekatan Historis
Pendekatan ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar
dengan menengok kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar
mempunyai kerangka berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian
mereflesikan untuk masa sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang
diajarkan bisa ditinjau secara kritis dan dinamis.
2)
Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang
pernah terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan
pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena
dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang
terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang
dibangun adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan
dengan metode kedua, yakni metode pengayaan.
3)
Pendekatan Kultural
Pendekatan ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang.
Dengan pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan
mana yang tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi
arab dan mana tradisi yang datang dari islam.
4)
Pendekatan Psikologis
Pedekatan ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara
tersendiri dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai
manusia mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya.
Pendekatan ini menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat
kecenderungan pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja
yang cocok untuk pembelajar.
5)
Pendekatan Estetik
Pendekatan estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan
dan santun, damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau
hanya didekati secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran
maka pembelajar akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan
pendekatan ini untuk mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat
dengan melihatnya sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan
estetis.
6)
Pendekatan Berprespektif
Gender
Pendekatan ini mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk
tidak membedakan jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal
yang menghalangi seseorang untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini,
segala bentuk konstruksi sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa
perempuan berada di bawah laki-laki bisa dihilangkan.
Keenam pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran
multikultural di dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup
kemungkinan berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi
di atas, sangat mungkin untuk diterapkan. Agar terwujudnya pendidikan yang
multikultural di negeri kita Indonesia.
4.
Kelebihan dan Kekurangan
Serta Solusinya.
a.
Kelebihan Pendidikan
Multikultural
Dalam pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi yang harus
diperhatikan. Menurut James Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan
multikultural yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:
1)
Mengintegrasikan berbagai
budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi, dan
teori dalam mata pelajaran.
2)
Membawa siswa untuk
memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran.
3)
Menyesuaikan metode
pengajaran dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi
akademik.
4)
Mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajarannya.
5)
Melatih kelompok untuk
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, berinteraksi dengan seluruh siswa dan
staf yang berbeda ras dan etnis untuk menciptakan budaya akademik.
b.
Kekurangan Pendidikan
Multikultural dan Solusinya
Mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah mungkin saja akan
mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya. Ada beberapa hal yang
harus mendapat perhatian dan sejak awal perlu diantisipasi antara lain sebagai
berikut:
1)
Perbedaan Pemaknaan
terhadap Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam
mengimplementasikannya. Multikultural sering dimaknai orang hanya sebagai multi
etnis sehingga bila di sekolah mereka ternyata siswanya homogen etnisnya, maka
dirasa tidak perlu memberikan pendidikan multikultural pada mereka. Padahal
pengertian pendidikan multikultural lebih luas dari itu. H.A.R. Tilaar (2002)
mengatakan bahwa pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata terfokus pada
perbedaan etnis yang berkaitan dengan masalah budaya dan agama, tetapi lebih
luas dari itu. Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai
sikap toleransi, menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan
demokratis. Jadi, tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu etnis atau
suku bangsa tertentu.
2)
Munculnya Gejala
Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan
dan kebersamaan sering terjadi diskontinuitas nilai budaya. Peserta didik
memiliki latar belakang sosiokultural di masyarakatnya sangat berbeda dengan
yang terdapat di sekolah sehingga mereka mendapat kesulitan dalam beradaptasi
di lingkungan sekolah. Tugas pendidikan, khususnya sekolah cukup berat. Di
antaranya adalah mengembangkan kemungkinan terjadinya kontinuitas dan memeliharanya,
serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang terjadi. Untuk itu, berbagai
unsur pelaku pendidikan di sekolah, baik itu guru, kepala sekolah, staf, bahkan
orangtua dan tokoh masyarakat perlu memahami secara seksama tentang latar
belakang sosiokultural peserta didik sampai pada tipe kemampuan berpikir dan
kemampuan menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada pada peserta didik.
Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk masuk ke jalur
kontinuitas.
3)
Rendahnya Komitmen
Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural merupakan proses yang komprehensif sehingga
menuntut komitmen yang kuat dari berbagai komponen pendidikan di sekolah. Hal
ini kadang sulit untuk dipenuhi karena ketidaksamaan komitmen dan pemahaman
tentang hal tersebut. Berhasilnya implementasi pendidikan multikultural sangat
bergantung pada seberapa besar keinginan dan kepedulian masyarakat sekolah
untuk melaksanakannya, khususnya adalah guru-guru.
Arah kebijakan pendidikan di Indonesia di masa mendatang menghendaki
terwujudnya masyarakat madani, yaitu masyarakat yang lebih demokratis,
egaliter, menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan persamaan, serta menghormati
perbedaan.
4)
Kebijakan-kebijakan yang
Suka Akan Keseragaman
Sudah sejak lama kebijakan pendidikan atau yang terkait dengan kepentingan
pendidikan selalu diseragamkan, baik yang berwujud benda maupun konsep-konsep.
Dengan adanya kondisi ini, maka para pelaku di sekolah cenderung suka pada
keseragaman dan sulit menghargai perbedaan. Sistem pendidikan yang sudah sejak
lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada sistem perilaku dan tindakan
orang-orang yang ada di dunia pendidikan tersebut sehingga sulit menghargai dan
mengakui keragaman dan perbedaan.
D.
SOLUSI PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan
Islam multikultural, walaupun merupakan wacana yang relatif baru dalam khazanah
pendidikan Islam di Indonesia, namun pada dasarnya jika dikaji dari sisi
esensinya telah menjadi ruh atau spirit dari dasar-dasar ajaran Islam yang
termuat dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah, sebagai referensi pijakan kehidupan
umat muslim sejak belasan abad yang lalu. Konsep atau gagasan pendidikan Islam
berbasis multikultural yang telah banyak dimunculkan saat ini perlu untuk terus
dikembangkan, baik dari aspek kuantitatif maupun aspek kualitatif.
Keberadaan pendidikan Islam plural-multikultural yang dikembangkan sesuai
dengan nilai-nilai Islam serta dinamika masyarakat modern, sesungguhnya sangat
tepat untuk menjawab sekian banyak persoalan yang menyangkut dimensi perbedaan
dan keragaman. Perkembangan kehidupan manusia yang semakin cepat tanpa dibatasi
oleh ruang dan waktu, sangat memerlukan sebuah kesadaran individu yang kemudian
berimplikasi pada kesadaran kolektif untuk menerima dan menempatkan segala
perbedaan dan keragaman tersebut sebagai bagian yang perlu dihargai dan
dihormati.Upaya pengembangan pendidikan Islam plural-multikultural memang tidak
mudah dilakukan. Tentu banyak tantangan yang dapat memperlambat
atau bahkan menghambat proses perjalanannya. Di antara tantangan-tantangan yang
masih sangat mungkin untuk dihadapi adalah:
1.
Aspek sosio-kultural, yakni dari komponen
masyarakat tetap akan muncul penentangan dari kelompok-kelompok yang cenderung
tekstualis (ortodoks), baik dari kelompok muslim maupun non muslim terhadap
wacana pendidikan multikultural ataupun pendidikan Islam multikultural. Hal ini
pada dasarnya merupakan persoalan klasik, yang terkait dengan adanya perbedaan
dalam memahami pesan-pesan wahyu, serta adanya kekhawatiran dari kelompok
tertentu terhadap isu multikulturalisme yang dapat melemahkan keyakinan
seseorang dalam menjalankan agama;
2.
Aspek politik, yakni dari komponen institusi
pembuat kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif, penyamaan pandangan (visi)
dan usaha-usaha dalam menghasilkan kebijakan yang berkenaan dengan pendidikan
(Islam) terhadap pentingnya pendidikan multikultural tidak bisa berjalan dalam
waktu yang singkat.
3.
Aspek pendidikan, yakni dari komponen lembaga
pendidikan dan praktisi pendidikan, mungkin akan terjadi sedikit kebingungan
dalam proses pengelolaan pendidikan multikultural. Tawaran konsep dan bentuk
pendidikan multikultural yang sangat mungkin untuk berbeda atau beragam dan
merupakan hal yang sulit untuk disatukan, bisa jadi akan menghambat para
praktisi pendidikan yang ada di lapangan.
Dari uraian di
atas, kiranya ada beberapa hal yang perlu diupayakan dalam pengembangan
pendidikan Islam multikultural di Indonesia, yaitu; Pertama, pendidikan
multikultural yang secara inheren sudah ada sejak bangsa Indonesa ini ada, yakni
melalui falsafah bangsa Indonesia bhinneka tunggal ika, suku gotong
royong, membantu, dan menghargai antar satu dengan yang lainnya, merupakan
modal penting untuk terus mengembangkan wacana pendidikan Islam multikultural
menjadi lebih besar. Kedua, pendidikan Islam multikultural
yang sesungguhnya dapat memberikan secercah harapan dalam mengatasi berbagai
gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini dan merupakan konsep pendidikan
yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai, keyakinan, heterogenitas,
pluralitas, keragaman, serta apapun aspeknya dalam masyarakat, maka dalam
konteks kajiannya dapat terus diperdalam dan digali dari sumber-sumber ajaran
Islam, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah. Hal ini secara tidak langsung dapat
memperkaya khazanah keilmuan sekaligus mendekatkan umat Islam pada nilai-nilai
spiritualitas agamanya. Ketiga, perlu kajian lanjutan bagi
pengembangan konsep serta bentuk-bentuk
pendidikan Islam multikultural, baik secara kualitatif maupun kuantitatif untuk
dapat diimplementasikan di lapangan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pendidikan islam pada hakikatnya
merupakan pendidikan yang menekannkan pada sikap dan perilaku akhlak mulia
tanpa mengesampingkan kemampuan kognisi. Pendidikan multicultural bertujuan
untuk menciptakan generasi yang damai dan bukan untuk menseragamkan
perbedaan-perbedaan yang ada dalam measyarakat, melainkan untuk menyeimbangkan
dan menghargai perbedaan-perbedaan tersebut.
Pendidikan Islam multikultural sebagai
pembina agar siswa tidak tercerabut dari akar budayanya selain sebagai sarana
alternatif perpecahan konflik. Pendidikan multikultural juga signifikan dalam
membina siswa agar mereka tidak tercerabut dari akar budaya yang dimiliki
sebelumnya tatkala berhadapan dengan realitas sosial dan budaya di era globalisasi.
Multikulturalisme akan menjadi pengikat
dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk
perbedaan-perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang
multicultural.
Multicultural
merupakan suatu konsep yang ingin membawa masyarakat dalam kerukunan dan
perdamaian, tanpa ada konflik dan kekerasan, meski didalamnya ada kompleksitas
perbedaan
B.
SARAN
Makalah ini dalam penulisannya dan
penyajiannya memang sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan sekali sebuah kritikan atau saran yang sekiranya membangun guna
perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Assegal,Abd.Rachman.2011,filsafat
pendidikan islam,cet.1 (Jakarta : PT.Raja grafindo persada).
Azra,Azyumardi.2002,pendidikan
islam;tradisi dan modernisasi menuju millennium baru,cet.4 ; (Jakarta :
logos wacana ilmu)
D.
Marimba,Ahmad.1980,pengantar fisafat pendidika islam, (bandung :
Al-ma’arif)
Gunawan,Heri.2013,kurikulum dan
pembelajaran pendidikan agama islam,(Bandung : Alfabeta)
Mahfud,Chairul.2008, Pendidikan
Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Belajar)
Mahfud,Choirul.2009,pendidikan
multicultural,(Yogyakarta:pustaka pelajar)
Nata,Abuddin.2010.ilmu
pendidikan islam , cet 2;(Jakarta:PT Raja Grafindo Persa)
Mahfud,Chairul.2008, Pendidikan
Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Belajar)
DdDDDA
[1] Abd.Rachman
Assegal,filsafat pendidikan islam,cet.1 (Jakarta : PT.Raja grafindo
persada,2011) h. 309.
[2]Heri gunawan,kurikulum
dan pembelajaran pendidikan agama islam,(Bandung : Alfabeta,2013) h. 198-205
[3] Azyumardi Azra,pendidikan
islam;tradisi dan modernisasi menuju millennium baru,cet.4 ; (Jakarta :
logos wacana ilmu,2002), h. 3-5.
[5]
Azyumardi Azra,pendidikan
islam;tradisi dan modernisasi menuju millennium baru,cet.4 ; (Jakarta :
logos wacana ilmu,2002), h. 9-10.
[6]
Choirul Mahfud,pendidikan
multicultural,(Yogyakarta:pustaka pelajar,2009),h 32.
[8]
Chairul Mahfud. Pendidikan
Multikultural (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),h 75
Komentar
Posting Komentar