KONSEP KURIKULUM DI MADRASAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebelum mengkaji lebih jauh teentang pengembangan kurikulum PAI, perlu
dikemukakan terlebih dahulu apa itu kurikulum.kaata kurikulum berasal dari
bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu currere yang
berarti jarak tempuh lari,pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang
pendidikan.dalam bahasa Arab , istilah “kurikulum” diartiakan dengan Manhaj, yakni
jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. dalam
konteks pendidikan kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik
atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan dan
sikap serta nilai-nilai. Dalam realita sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI
tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paraadigma, walaupun dalam
beeberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap di perhatiakan hingga
sekarang.[1]
Dilihat dari sejarahnya setidaknya ada dua faktor penting yang
melatar belakangi kemunculan madrasah yaitu pertama, adanya pandangan yang
menyatakan bahwa sistem pendidikan islam tradisional dirasakan kurang bisa
memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran atas
cepatnya perkembangan persekolahan belanda yang akan menimbulkan pemikiran
sekular dimasyarakat.[2]
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
konsep kurikulum di madrasah ?
2.
Bagaimanakah
konsep kurikulum di sekolah umum ?
3.
Bagaimanakah
diversifikasi kurikulum madrasah dan sekolah ?
C.
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
kurikulum di madrasah.
1.
Sejarah
perkembangan madrasah.
Kata “madrasah” adalah isim makan dari
kata darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan, yang
berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan using, melatih,
mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah merupakan tempat untuk mencerdaskan
para peserta didik, menghilangkan ketidak tahuan atau merentas kebodohan
mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat yang dimiliki.[3]
Madrasah telah tumbuh sejak abad ke- 4 H, diantara madrasah yang terkemuka
yaitu madrasah Nizamiyah yang didirikan pada abad ke-5 H oleh Nizamul Mulk.
Madrasah-madrasah yang didirikan Nizamul Mulk ini sangat terkenal di dunia
Islam ketika itu, karena telah tersebar di berbagai negeri. Kemudian dia
mendirikan madrasah apabila ia menemukan seorang yang terkenal dan
berpengetahuan luas dan mendalam, orang alim tersebut mengajar dan diberikannya
wakaf dilengkapi dengan perpustakaan. Kurikulumnya berpusat pada al-Qur’an
(membaca, menghafal dan menulis), sastra Arab, sejarah Nabi Muhammad dan
berhitung dengan menitik beratkan pada mazhab Imam Syafi’i dan teologi
Asyariyah.[4]
Kemudian madrasah berkembang dan tersebar luas ke seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Sepanjang sejarah madrasah diabdikan terutama kepada al-ulum al-islamiyah atau tepatnya al-ulum al-diniyah ilmu-ilmu agama, dengan
penekanan khusus pada bidang fiqh, tafsir dan hadith. Meski ilmu-ilmu seperti
ini juga memberikan ruang gerak kepada akal untuk melakukan ijtihad, setidaknya
pada masa-masa klasik, ijtihad bukan dimaksudkan untuk berpikir
sebebas-bebasnya. Dengan demikian, ilmu-ilmu non agama sejak awal madrasah
berdiri sudah marjinal, namun seiring dengan perkembangan IPTEK madrasah tidak
hanya menjadi tempat belajar ilmu-ilmu pengetahuan Islam saja tetapi lebih luas
dengan mempelajari ilmu pengetahuan umum. Hal ini adalah sebagai upaya untuk
dapat menyeimbangkan ilmu pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan umum,
supaya tidak ada dikotomi antara kedua ilmu tersebut.
Madrasah adalah lembaga yang khusus mentransmisikan ilmu agama dengan memberikan
penekanan khusus pada bidang fiqh, tafsir dan hadith dan tidak memasukkan ilmu
umum, hal ini menurut Azra disebabkan tiga hal, pertama, ini berkaitan dengan
pandangan tentang ketinggian ilmu-ilmu agama yang dianggap mempunyai supremasi
lebih dan merupakan jalan cepat menuju Tuhan. Kedua, secara institusional
madrasah memang dikuasai oleh mereka yang ahli dalam bidang agama. Ketiga,
berkenaan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh didirikan dan dipertahankan
dengan dana wakaf dari penguasa politik Muslim atau dermawan kaya, karena
didorong oleh adanya motivasi kesalehan.[5]
2. Pengembangan
Kurikulum PAI di Madrasah
Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengerahkan kurikulum sekarang
ketujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang
sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan
harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh
karena itu pengembangan kurikulum hendaknya bersifat antisipatif, adaptif, dan
aplikatif. Kegiatan pengembangan kurikulum mencakup penyusunan itu sendiri,
pelaksanaan di sekolah-sekolah yang disertai dengan penilaian yang intensif,
dan penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan terhadap komponen-komponen
tertentudari kurikulum tersebut atas dasar hasil penilaian. Sinonim dengan “curriculum development”. Pengembangan kurikulum berarti
perubahan dan peralihan total dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain.[6]
Sejak diberlakukannya UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
kita memiliki dua macam sistem pendidikan umum. Pertama sistem sekolah, kedua
sistem madrasah. Sebenarnya madrasah itu artinya sekolah. Sistem sekolah umum
yaitu jenjang SD-SMP-SMA, sedangkan sistem madrasah ialah sekolah umum yang
berciri khas islam ialah Ibtida’iyah, Tsanawiyah, ‘Aliyah. Sekolah umum berciri
khas Islam ialah sekolah umum yag islami. Jadi Ibtida’iyah itu sama dengan
Sekolah Dasar Islam (SDI), Tsanawiyah itu sama dengan (SMPI), ‘Aliyah sama
dengan (SMAI) ; jika milik pemerintah maka madrasah Ibtida’iyah Negeri (MIN),
Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN), Dan Madrasah ‘Aliyah Negeri (MAN).[7]
Pada dasarnya terdapat empat unsur yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
(1). Merencanakan, merancangkan, memprogam bahan ajar, dan pengalaman
belajar.
(2). Karateristik peserta didik.
(3). Tujuan yang akan dicapai.
(4). Kriteria-kriteria untuk
mencapai tujuan.[8]
Sedangkan orang yang mengembangkan kurikulum itu adalah orang yang terlibat
langsung dengan pendidikan, terbagi menjadi dua yaitu produsen Berbagai ahli yag sesuai yang ada pada
lembaga pendidikan, misalnya beberapa narasumber yang ada di Dinas Depdiknas,
Dinas P dan K, Dikdasmen Puskur, guru-guru yang ahli dalam bidangnya dan
sebagainya. Konsumen, dapat diambil dari
narasumber yang berada pada berbagai perusahaan, perindustrian, bank, BUMN,
Dinas yang terkait dan sebagainya.[9]
- Langkah-Langkah Dan Komponen Kurikulum di Madrasah
Sebelum melangkah pada perumusan kurikulum itu sendiri, terlebih dahulu
perlu diketahui beberapa komponen kurikulum terutama yang ada di madrasah. Pada
dasarnya kuriukulum antara sekolah umum dan madrasah tidak jauh berbeda karena
semuanya mengacu pada kurikulum standar nasional, tidak bisa serta merta sebuah
lembaga membuat kurikulum sendiri semaunya, bisa saja sebuah lembaga membuat
kurikulum sendiri akan tetapi tetap mengacu pada kurikulum standar nasional.
Adapun komponen kurikulum di madrasah adalah:
1. Tujuan pendidikan tingkat satuan Pendidikan dasar dan menengah.
(1), tujuan pendidikan
dasar adalah meletakan dasar kecerdasan , pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
(2), tujuan pendidikan
menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
- Struktur dan muatan kurikulum sekolah. Struktur dan muatan kurikulum sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang terutama dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
(1) kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia.
(2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian.
(3) kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
(4) kelompok mata
pelajaran estetika.
(5) kelompok mata
pelajaran jasmai, olahraga, dan kesehatan.
- Pengaturan beban belajar.Beban belajar dalam sistem paket yang digunakan oleh tingkat satuan pendidikan: SD/MI/SDLB; SMP/MTs/SMPLB, baik katagori standar maupun mandiri; SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem Kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri; SMA/MA/SMALB/SMK/MAK, kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK, kategori mandiri. [10]
- Ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar anatara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbagkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan.
- Kenaikan kelas dan kelulusan. Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait, dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
(a) menyelesaikan
seluruh progam pembelajaran.
(b) memperoleh nilai
minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran.
(c) lulus ujian
sekolah/madrasah.
(d) Lulus Ujian
nasional.
- Pendidikan kecakapan hidup. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi, informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain sebagainya, yang semua bermanfaat untuk pengembangan potensi peserta didik. Kurikulum untuk semua tingkatan satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.[11]
B.
Konsep
kurikulum di sekolah umum.
1.
Pengertian
kurikulum
Sebagai suatu istilah, kata “kurikulum” pada awalnya tidak
digunakan dalam dunia pendidikan, melainkan digunakan dalam dunia olahraga,
khususnya dalam cabang atletik. Kata kurikulum berasal dari kata “currere”
(bahasa latin) yang berarti lari, dan dalam dunia atletik lazim pula diartikan
“suatu jarak yang harus ditempuh”.
Sejalan dengan perkembangan dunia termasuk perkembangan ilmu
pengetahuan, maka kemudian ternyata istilah kurikulum digunakan. [12]
Pengertian kurikulum yang tercermin dalam kurikulum1968 untuk
pendidikan dasar dan menengah, adalah menurut rumusan Supandi yang member batasan
sebagai berikut :
“Kurikulum adalah sebagai suatu perangkat berbagai mata pelajaran
yang harus dipelajari siswa”.
Dalam buku pembinaan dan pengembangan kurikulum dalam SPG yang
ditulis oleh Ibrahim dan Hardjito dan diedit oleh Surachmad (1977 : 4), dikemukakan
3 macam defenisi kurikulum yang tergolong tradisional (menurut pandangan lama)
sebagai berikut :
Pertama Kurikulum
dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program
pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
Kedua Kurikulum
dilukiskan sebagai bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh para
guru dalam melaksanakan pengajaran untuk murid muridnya.
Ketiga Kurikulum
adalah suatu usaha untuk menyampaikan azaz-azaz dan cirri-ciri yang penting
dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat
dilaksanakan oleh guru di sekolah.
Demikianlah contoh contoh defenisi kurikulum menurut pandangan
lama. Sesungguhnya masih banyak defenisi
yang dapat ditemukan dalam berbagai literature tentang kurikulum. Namun
contoh-contoh defenisi yang telah dikemukakan dapat dikatakan telah mewakili
semua defenisi menurut pandangan lama.
Dengan menyimak
bermacam-macam defenisi mengenai kurikulum menurut pandangan lama, maka dapat
diidentifikasikan maknanya sebagai berikut :
a)
Kurikulum
adalah suatu rencana pendidikan dan pengajaran (dilihat dari pihak
pendidik/guru).
b)
Kurikulum
adalah suatu rencana pelajaran (dilihat dari pihak peserta didik).
c)
Rencana
pendidikan dan pengajaran atau rencana pelajaran yang dimaksudkan pada butir a
dan b adalah sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik
untuk mencapai suatu jenjang pendidikan/ijazah tertentu.
d)
Mata-mata
pelajaran yang dimaksud pada butir c adalah sejumlah ilmu pengetahuan yang
merupakan warusan dari para generasi terdahulu.
Bila kita mengkaji
defenisi-defenisi kurikulum menurut pandangan lama, maka dapat disimpulkan
bahwa :
a)
Kurikulum di
beri arti yang sempit yakni hanya rencana pengajaran yang terdiri dari sejumlah
mata pelajaran.
b)
Kurikulum
diberi arti sebagai hasil pendidikan (education product) yang harus di capai
oleh peserta didik.[13]
Defenisi kurikulum menurut pandangan baru.
a)
Defenisi
kurikulum menurut pandangan baru memberi arti kurikulum secara luas.
b)
Pandangan baru tersebut
mula-mula menekankan seluruh pengalaman peserta didik sebagai arti kurikulum.
c)
perkembangan
selanjutnya menunjukkan bahwa kurikulum diberi arti sebagai
pengalaman-pengalaman yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah atau guru.
d)
Perkembangan terakhir
memandang kurikulum sebagai tujuan, nilai-nilai, atau hasil pendidikan yang
ingin dicapai.[14]
2.
Komponen
Komponen Kurikulum.
Sebagai sebuah sistem, kurikulum terdiri atas komponen-komponen
yang saling terkait, terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya,
bagaikan dua sisi mata uang logam.
Para ahli juga
menyebutkan bahwa komponen kurikulum terdiri atas tujuan, program atau materi,
program dan evaluasi, sebagaimana di jelaskan di bawah ini :
a)
Tujuan
kurikulum.
Tujuan kurikulum memegang peranan
yang sangat penting dalam proses pendidikan, karena tujuan akan mengarahkan
semua kegiatan pendidikan dan komponen- komponen kurikulum lainnya.
Tujuan kurikulum pada hakikatnya
adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada siswa
atau peserta didik. mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidkan. maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dan disesuaikan dengan tujuan
pendidikan, baik tujuan ideal maupun tujuan nasional.[15]
b)
Komponen isi
dan struktur program/materi.
Program isi dan dan program/materi
merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditertapkan. isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa materi materi
bidang-bidang studi.
c)
Komponen media/
sarana-prasarana.
Media merupakan sarana prantara dalam
mengajar. sarana dan prasarana atau media merupakan alat bantu untuk memudahkan dalam
mengaplikasi isi atau kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh anak didik dalam
proses belajar mengajar.
d)
Komponen
strategi belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar,
seorang pendidik atau guru perlu mmemahami suatu strategi. strategi menunjuk
pada suatu pendekatan (approach), metode (method) dan peralatan belajar
mengajar diperlikan dalam pengajaran .
e)
Komponen proses
belajar mengajar
Komponen ini tentunya sangatlah
penting dalam suatu proses pengajaran atau pendidikan.
f)
Komponen
evaluasi pembelajaran
Untuk melihat sejauh mana keberhasilan
dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan evaluasi.[16]
C.
Diversifikasi
kurikulum madrasah dan sekolah.
Diversifikasi dapat diartikan
penggolongan, penerapan beberapa cara ataupun penganekaragaman.[17]
Kurikulum idealnya dilaksanakan berorientasi pada kehidupan.pada tingkat
kemampuan dasar untuk keperluan pengembangan seperti kemampuan membaca, menulis,
dan berfikir kritis, selanjutnya kurikulum yang berorientasi pada kehidupan dan
perjalanan di padukan dengan subyek akademik dapat di gunakan pada
pertengahan akhir pendidikan dasar. Pada jenjang pendidikan menengah, belajar
didasarkan pada disiplin ilmu dengan tetap bersandar pada kehidupan lingkungan
dan masyarakat sebagai sumber kurikulum.
Berbagai kurikulum yang dilaksanakan pada dunia pendidikan telah mengalami
banyak perubahan termasuk kurikulum 1994 dan kurikulum - kurikulum sebelumnya
salah satu kurikulum yang telah di jalankan anatara lain:
1) Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 serta
mengkombinasikan dengan kurikulum 1975 dan dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki keterampilan dan pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki keterampilan dan pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar diwajibkan menjadi sembilan tahun (SD
dan SMP). Berdasarkan strukturnya, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum
sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984
dengan tujuan pendekatan proses. Di samping meniadakan mata pelajaran PSPB juga
diperkenalkannya sistem kurikulum SMU yang dimaksudkan untuk menjadikan
pendidikan umum benar-benar sebagai pendidikan persiapan ke perguruan tinggi.
Ciri - Ciri Kurikulum
1994, di antaranya sebagai berikut :
1. Pembagian
tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
2. Pembelajaran
di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi). Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
3. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan
satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini
bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat
sekitar.
4. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru memilih dan menggunakan
strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik,
dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang
mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari
satu jawaban), dan penyelidikan.
5. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan
dengan kekhasan konsep / pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa,
sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan
pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan
soal dan pemecahan masalah.
6. Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari
hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang
komplek
7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit
perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa[18]
2). KBK (kurikulum berbasis
kompetensi)
Kompetensi merupakan perpaduan dari penegetahuan, ketrampilan nilai dan
sikap yang direflesikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak berdasarkan
pengertian keompetensi diatas, kurokulum berbasis kompetensi dapat diartikan
sebagai konsep kurikulum yang menekankan pada pnegembangan kemepuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya
dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung
jawab. [19]
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menurut (Depdiknas 2002) merupakan perangkat
rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai
oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumberdaya
pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.[20]
Berdasarkan pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Menekankan
pada ketercapaian siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi
pada hasil belajar (Learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber
belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.
5. Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatui kompetensi.[21]
Sejalan dengan pengertian diatas maka ada dua orientasi KBK, pertama
hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada peserta didik melelui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna, dan kedua keberagaman yang
dapat di wujudkan sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian dalam KBK anak
tidak sekedar dituntut untuk memahami sejumlah konsep akan tetapi bagaimana
pemahaman konsep tersebutberdampak pada perilaku dan pola pikir sehari-hari.
3) KTSP
Dalam standar nasional pendidikan (SNP pasal 1, ayat15) dijelaskan bahwa
kurikulum tingkat satuan pendidikan (ktsp) adalah kurikulum operasional yang
didukung dan dilakasanakan oleh masing –masing satuan pendidikan.
Penyusunan ktsp dilakukan oleh satuan pendidikan dengan menmerhatikan dan
berdasarkan standara kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh
Badan Standar Nasional pendidikan (BSNP)
Manakala kita analisis konsep diatas maka ada beberapa hal yang berhubungan
dengan makna idak operasional. Pertama sebagai kurikulum yang
bersifat operasional maka dalam penegembangannya KTSP tidak akan lepas dari
ketetapan – ketetapan yang telah disususn pemerintah secara nasional
Kedua, sebagai kurikulum operasional para pengembang KTSP
dituntut dan harus memerhatikan, ciri khas kedaerahan sesuai dengan bunyi UU
No.20 Th 2003 ayat 2
Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para penegembang
kurikulum di daerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan
kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam megembangkan strategi dan
metode pembelajaran dalam media pembelajaran dalam menentukan evaluasi yang
dilakuakn termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan dan kapan suatu topik
meteri harus dipelejari siswa agar kompetensi dasar yang telah di tentuka dapat
tercapai
Karakteristik KTSP
yakni :
a. Dilihat
dari desainnya ktsp adalah kurikullum yang berorientasi pada disiplin ilmu.
b. KTSP
merupakan Kurikulum yang berorientasi pada pengembangan ilmu
c. KTSP
mengakses kepentingan daerah
d. KTSP
merupakan kurikulum teknologis.[22]
Perbedaan antara
Kurikulum 1994, KBK, dan KTSP
a) Kurikulum 1994
1. Menggunakan pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan, yang menekankan pada
isi atau materi, berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan.
2. Standar akademis yang diterapkan secara seragam bagi setiap peserta didik.
3. Berbasis konten, sehingga peserta didik dipandang sebagai kertas putih yang
perlu ditulisi dengan sejumlah ilmu pengetahuan (transfer of knowledge).
4. Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga Depdiknas
memonopoli pengembangan ide dan konsepsi kurikulum .
5. Materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah seringkali tidak sesuai
dengan potensi sekolah, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan
masyarakat sekitar sekolah.
6. Guru merupakan kurikulum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di
dalam kelas.
7. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan melalui latihan, seperti
latihan mengerjakan soal.
8. Pembelajaran cenderung hanya dilakukan di dalam kelas, atau
dibatasi oleh empat dinding kelas.
9. Evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian
peserta didik.
b) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
1. Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman,
kemampuan, atau kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan
yang ada dimasyarakat.
2. Standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan,
kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya.
3. Berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses
perkembangan yang berkelanjutan dari dari seluruh aspek kepribadian, sebagai
pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang
ada dan diberikan oleh lingkungan.
4. Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga pemerintah
dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam
kurikulum.
5. Sekolah diberi keleluasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata
pelajaaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan
kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
6. Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk
memberikan kemudahan belajar peserta didik.
7. Pengetahuan, keterampilan dan sikap dikembangkan melalui latihan, seperti
latihan mengerjkan soal
8. Pembelajaran cenderung hanya dilakukan didalam kelas , atau dibatasi olah
empat dinding kelas
9. Evalauasi nasional yang tidak dapat meneyentuh aspek-aspek kepribadian
peserta didik
c) Kurikulum KTSP
1. Cenderung disentralisme pendidikan, kerangka dasar disusun oleh tim pusat,
daerah dan sekolah dapat menegembangkan lebih lanjut
2. Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP (badan standar nasional pendidikan
)
3. Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua
jenjang sekolah
4. Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD ) dan ada
perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajara
5. Berbasis Kompetensi
d) Implementasi kurikulum
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan
atau penerapan. Majone dan Wildavsky (1979) mengemukakan implementasi sebagai
evaluasi, Browne dan Wildavsky (1983) juga mengemukakan bahwa implementasi
adalah perluasan aktifitas yang saling menyesuaikan (dalam pressman dan
Wildavski, 1984), implementasi merupakan aktivitas yang saling menyesuaikan
juga dikemukakan oleh Maclaughlin (dalam Mann, 1978). Pengertian-pengertian ini
memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada
aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme atau sistenm. Ungkapanm
mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi
suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan
acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu
implementasi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya
yakni kurikulum.
Frase implementasi kurikulum sudah banyak
didiskusikan tokoh dan pakar pendidikan Fullan (1982) mendefinisikan
implementasi sebagai proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat
aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan
perubahan. Leithwood (1982) memandang implementasi sebagai
suatu proses. Implementasi didefinisikan dengan proses perubahan perilaku,
suatu upaya memperbaiki pencapaian harapan-harapan yang dituangkan dalam
kurikulum disain, terjadi secara bartahap, terus menerus, dan jika ada hambatan
dapat ditanggulangi, (dalam Miller dan Seller, 1985:246).
Definisi lain tentang implementasi kurikulum mengemukakan
bahwa “implementasi sebagai proses pengajaran”. Mereka mengemukakan bahwa
biasanya pengajaran adalah implementasi kurikulum, yang mencakup aktivitas
pengajaran dalam bentuk interaksi antara guru dan siswa dibawah naungan sekolah
(Sayler dan Alexander, 1974:245).
Dalam kontkes imepelmentasi kurikulum, penedekatan-penedekatan yang telah
dikemukakan diatas memberikan tekanan proses. Esensinya Implemenatsi adalah
sustu prosees, suatu aktivitas yang dilakasanakan menetransfer ide / gagasan,
program, harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum disain
(tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan disain tersebut.[23]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
B.
Saran.
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, (2012), Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam, Malang, PT
Rajagrafindo persada.
Daulay putra haidar, (2013), pendidikan islam dalam lintas
sejarah, Jakarta, kencana prenada media group.
Nata abuddin, (2012), sejarah pendidikan islam pada priode klasik dan pertengahan, Jakarta, PT
Rajagrafindo pranada.
Hendayat, dkk,(2007), pembinaan dan pengembangan kurikulum, Jakarta, Bina
aksara.
Tafsir ahmad, (2012), filsafat pendidikan islam, Jakarta rineka cipta.
Raharjo rahmat, (2013), pengembangan
dan inofasi kurikulum, Yogyakarta, Azzagrafika
Ishak baego, (1998), pengembangan kurikulum teori dan teknik, Ujung
pandang, CV Berkah utami.
Gunawan heri, (2013), kurikulum dan pembelajaran pendidikan agama islam, Bandung,
Alfabeta.
Abdullah, (2016), Pengembangan kurikulum teori dan praktik, Jakarta, PT
Raja grafindo persada.
Al barry m dahlan, (2001), kamus ilmiah popular, Surabaya, Arkola.
E. Mulyasa,
(2008), kurikulum berbasis kompetensi, Bandung,PT Remaja rosda karya.
Sanjaya wina, (
2007), Kajian kurikulum dan pembelajaran, Bandung, sekolah pasca sarjana
universitas pendidikan indonesia.
Nurdin Syafrudin
dan Usman m. basyiruddi, (2003), guru professional dan implementasi
kurikulum, Jakarta, Ciputet press.
[1] Muhaimin, Pengembangan
kurikulum pendidikan agama islam, Cet.5; (Malang :PT Rajagrafindo persada
2012) h.1
[2] Ibid h.183
[3] Muhaimin, Pengembangan
kurikulum pendidikan agama islam, Cet.5; (Malang :PT Rajagrafindo persada
2012) h.184
[4] Haidar putra
daulay, pendidikan islam dalam lintas sejarah (Jakarta :kencana prenada
media group 2013) h.97
[5] Abuddin nata, sejarah
pendidikan islam pada priode klasik dan pertengahan (Jakarta : PT
Rajagrafindo pranada 2012) h.178
[6] Hendayat, dkk,
pembinaan dan pengembangan kurikulum (Jakarta : Bina aksara, 2007)h.45
[7] Ahmad tafsir, filsafat
pendidikan islam (Bandung : Remaja rosdakarya, 2012) h. 183-184
[8] Dakir, perencanaan
dan pengembangan kurikulum (Jakarta : rineka cipta 2004)h. 86
[9] Ibid h. 87
[11]
Ibid h. 59-61
[12] Baego ishak, pengembangan
kurikulum teori dan teknik, Cet 1;
(Ujung pandang :CV Berkah utami,1998) h 4-5
[13] ibid h. 6-7
[14] ibid h.12
[15] Heri gunawan,
kurikulum dan pembelajaran pendidikan agama islam. Cet 2(Bandung :
Alfabeta, 2013) h. 8-9
[16] Abdullah, Pengembangan
kurikulum teori dan praktik, Cet 2 ;(Jakarta : PT Raja grafindo persada
2016) h.36-40
[17] M.Dahlan al
barry, kamus ilmiah popular (Surabaya : Arkola 2001) h. 120
[19] E. Mulyasa, kurikulum
berbasis kompetensi (Bandung :PT Remaja rosda karya 2008)h. 37-39
[20] Wina sanjaya, Kajian
kurikulum dan pembelajaran (Bandung : sekolah pasca sarjana universitas
pendidikan indonesia 2007)h. 243-244
[21] E. Mulyasa, kurikulum
berbasis kompetensi (Bandung :PT Remaja rosda karya 2008)h. 42
[22] Wina sanjaya, kurikulum
dan pembelajaran (Jakarta : kencana prenada media group 2010)h.128-131
[23] Syafrudin
nurdin dan m. basyiruddi usman, guru professional dan implementasi kurikulum
(Jakarta : Ciputet press 2003)h. 70-73
Komentar
Posting Komentar