KONSEP KURIKULUM DI MADRASAH



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebelum mengkaji lebih jauh teentang pengembangan kurikulum PAI, perlu dikemukakan terlebih dahulu apa itu kurikulum.kaata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari,pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan.dalam bahasa Arab , istilah “kurikulum” diartiakan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. dalam konteks pendidikan kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan keterampilan dan sikap serta nilai-nilai. Dalam realita sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paraadigma, walaupun dalam beeberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap di perhatiakan hingga sekarang.[1]
Dilihat dari sejarahnya setidaknya ada dua faktor penting yang melatar belakangi kemunculan madrasah yaitu pertama, adanya pandangan yang menyatakan bahwa sistem pendidikan islam tradisional dirasakan kurang bisa memenuhi kebutuhan pragmatis masyarakat; kedua, adanya kekhawatiran atas cepatnya perkembangan persekolahan belanda yang akan menimbulkan pemikiran sekular dimasyarakat.[2]
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah konsep kurikulum di madrasah ?
2.      Bagaimanakah konsep kurikulum di sekolah umum ?
3.      Bagaimanakah diversifikasi kurikulum madrasah dan sekolah ?
C.     Tujuan



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep kurikulum di madrasah.
1.      Sejarah perkembangan madrasah.
Kata “madrasah” adalah isim makan dari kata darasa-yadrusu-darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan using, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka madrasah merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidak tahuan atau merentas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat yang dimiliki.[3]
Madrasah telah tumbuh sejak abad ke- 4 H, diantara madrasah yang terkemuka yaitu madrasah Nizamiyah yang didirikan pada abad ke-5 H oleh Nizamul Mulk. Madrasah-madrasah yang didirikan Nizamul Mulk ini sangat terkenal di dunia Islam ketika itu, karena telah tersebar di berbagai negeri. Kemudian dia mendirikan madrasah apabila ia menemukan seorang yang terkenal dan berpengetahuan luas dan mendalam, orang alim tersebut mengajar dan diberikannya wakaf dilengkapi dengan perpustakaan. Kurikulumnya berpusat pada al-Qur’an (membaca, menghafal dan menulis), sastra Arab, sejarah Nabi Muhammad dan berhitung dengan menitik beratkan pada mazhab Imam Syafi’i dan teologi Asyariyah.[4]
Kemudian madrasah berkembang dan tersebar luas ke seluruh dunia termasuk di Indonesia. Sepanjang sejarah madrasah diabdikan terutama kepada al-ulum al-islamiyah atau tepatnya al-ulum al-diniyah ilmu-ilmu agama, dengan penekanan khusus pada bidang fiqh, tafsir dan hadith. Meski ilmu-ilmu seperti ini juga memberikan ruang gerak kepada akal untuk melakukan ijtihad, setidaknya pada masa-masa klasik, ijtihad bukan dimaksudkan untuk berpikir sebebas-bebasnya. Dengan demikian, ilmu-ilmu non agama sejak awal madrasah berdiri sudah marjinal, namun seiring dengan perkembangan IPTEK madrasah tidak hanya menjadi tempat belajar ilmu-ilmu pengetahuan Islam saja tetapi lebih luas dengan mempelajari ilmu pengetahuan umum. Hal ini adalah sebagai upaya untuk dapat menyeimbangkan ilmu pengetahuan agama dengan ilmu pengetahuan umum, supaya tidak ada dikotomi antara kedua ilmu tersebut.
Madrasah adalah lembaga yang khusus mentransmisikan ilmu agama dengan memberikan penekanan khusus pada bidang fiqh, tafsir dan hadith dan tidak memasukkan ilmu umum, hal ini menurut Azra disebabkan tiga hal, pertama, ini berkaitan dengan pandangan tentang ketinggian ilmu-ilmu agama yang dianggap mempunyai supremasi lebih dan merupakan jalan cepat menuju Tuhan. Kedua, secara institusional madrasah memang dikuasai oleh mereka yang ahli dalam bidang agama. Ketiga, berkenaan dengan kenyataan bahwa hampir seluruh didirikan dan dipertahankan dengan dana wakaf dari penguasa politik Muslim atau dermawan kaya, karena didorong oleh adanya motivasi kesalehan.[5]
2.      Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah
Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengerahkan kurikulum sekarang ketujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri, dengan harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Oleh karena itu pengembangan kurikulum hendaknya bersifat antisipatif, adaptif, dan aplikatif. Kegiatan pengembangan kurikulum mencakup penyusunan itu sendiri, pelaksanaan di sekolah-sekolah yang disertai dengan penilaian yang intensif, dan penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan terhadap komponen-komponen tertentudari kurikulum tersebut atas dasar hasil penilaian. Sinonim dengan “curriculum development”. Pengembangan kurikulum berarti perubahan dan peralihan total dari satu kurikulum ke kurikulum yang lain.[6]
Sejak diberlakukannya UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional kita memiliki dua macam sistem pendidikan umum. Pertama sistem sekolah, kedua sistem madrasah. Sebenarnya madrasah itu artinya sekolah. Sistem sekolah umum yaitu jenjang SD-SMP-SMA, sedangkan sistem madrasah ialah sekolah umum yang berciri khas islam ialah Ibtida’iyah, Tsanawiyah, ‘Aliyah. Sekolah umum berciri khas Islam ialah sekolah umum yag islami. Jadi Ibtida’iyah itu sama dengan Sekolah Dasar Islam (SDI), Tsanawiyah itu sama dengan (SMPI), ‘Aliyah sama dengan (SMAI) ; jika milik pemerintah maka madrasah Ibtida’iyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN), Dan Madrasah ‘Aliyah Negeri (MAN).[7]
Pada dasarnya terdapat empat unsur yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
(1). Merencanakan, merancangkan, memprogam bahan ajar, dan pengalaman belajar.
(2).     Karateristik peserta didik.
(3).     Tujuan yang akan dicapai.
(4).     Kriteria-kriteria untuk mencapai tujuan.[8]
Sedangkan orang yang mengembangkan kurikulum itu adalah orang yang terlibat langsung dengan pendidikan, terbagi menjadi dua yaitu produsen Berbagai ahli yag sesuai yang ada pada lembaga pendidikan, misalnya beberapa narasumber yang ada di Dinas Depdiknas, Dinas P dan K, Dikdasmen Puskur, guru-guru yang ahli dalam bidangnya dan sebagainya. Konsumen, dapat diambil dari narasumber yang berada pada berbagai perusahaan, perindustrian, bank, BUMN, Dinas yang terkait dan sebagainya.[9]
  1. Langkah-Langkah Dan Komponen Kurikulum di Madrasah
Sebelum melangkah pada perumusan kurikulum itu sendiri, terlebih dahulu perlu diketahui beberapa komponen kurikulum terutama yang ada di madrasah. Pada dasarnya kuriukulum antara sekolah umum dan madrasah tidak jauh berbeda karena semuanya mengacu pada kurikulum standar nasional, tidak bisa serta merta sebuah lembaga membuat kurikulum sendiri semaunya, bisa saja sebuah lembaga membuat kurikulum sendiri akan tetapi tetap mengacu pada kurikulum standar nasional. Adapun komponen kurikulum di madrasah adalah:
1.      Tujuan pendidikan tingkat satuan Pendidikan dasar dan menengah.
(1), tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan , pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
(2), tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  1. Struktur dan muatan kurikulum sekolah. Struktur dan muatan kurikulum sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang terutama dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
(1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
(2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
(3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
(4) kelompok mata pelajaran estetika.
(5) kelompok mata pelajaran jasmai, olahraga, dan kesehatan.
  1. Pengaturan beban belajar.Beban belajar dalam sistem paket yang digunakan oleh tingkat satuan pendidikan: SD/MI/SDLB; SMP/MTs/SMPLB, baik katagori standar maupun mandiri; SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem Kredit semester (SKS) dapat digunakan oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri; SMA/MA/SMALB/SMK/MAK, kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK, kategori mandiri. [10]
  2. Ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar anatara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbagkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan.
  3. Kenaikan kelas dan kelulusan. Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun pelajaran. Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait, dan dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:
(a) menyelesaikan seluruh progam pembelajaran.
(b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran.
(c) lulus ujian sekolah/madrasah.
(d) Lulus Ujian nasional.
  1. Pendidikan kecakapan hidup. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi, informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain sebagainya, yang semua bermanfaat untuk pengembangan potensi peserta didik. Kurikulum untuk semua tingkatan satuan pendidikan dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.[11]
B.     Konsep kurikulum di sekolah umum.
1.      Pengertian kurikulum
Sebagai suatu istilah, kata “kurikulum” pada awalnya tidak digunakan dalam dunia pendidikan, melainkan digunakan dalam dunia olahraga, khususnya dalam cabang atletik. Kata kurikulum berasal dari kata “currere” (bahasa latin) yang berarti lari, dan dalam dunia atletik lazim pula diartikan “suatu jarak yang harus ditempuh”.
Sejalan dengan perkembangan dunia termasuk perkembangan ilmu pengetahuan, maka kemudian ternyata istilah kurikulum digunakan. [12]
Pengertian kurikulum yang tercermin dalam kurikulum1968 untuk pendidikan dasar dan menengah, adalah menurut rumusan Supandi yang member batasan sebagai berikut :
“Kurikulum adalah sebagai suatu perangkat berbagai mata pelajaran yang harus dipelajari siswa”.
Dalam buku pembinaan dan pengembangan kurikulum dalam SPG yang ditulis oleh Ibrahim dan Hardjito dan diedit oleh Surachmad (1977 : 4), dikemukakan 3 macam defenisi kurikulum yang tergolong tradisional (menurut pandangan lama) sebagai berikut :
Pertama       Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
Kedua          Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh para guru dalam melaksanakan pengajaran untuk murid muridnya.
Ketiga          Kurikulum adalah suatu usaha untuk menyampaikan azaz-azaz dan cirri-ciri yang penting dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh guru di sekolah.
     Demikianlah contoh contoh defenisi kurikulum menurut pandangan lama. Sesungguhnya  masih banyak defenisi yang dapat ditemukan dalam berbagai literature tentang kurikulum. Namun contoh-contoh defenisi yang telah dikemukakan dapat dikatakan telah mewakili semua defenisi menurut pandangan lama.
     Dengan menyimak bermacam-macam defenisi mengenai kurikulum menurut pandangan lama, maka dapat diidentifikasikan maknanya sebagai berikut :
a)      Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan dan pengajaran (dilihat dari pihak pendidik/guru).
b)      Kurikulum adalah suatu rencana pelajaran (dilihat dari pihak peserta didik).
c)      Rencana pendidikan dan pengajaran atau rencana pelajaran yang dimaksudkan pada butir a dan b adalah sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik untuk mencapai suatu jenjang pendidikan/ijazah tertentu.
d)     Mata-mata pelajaran yang dimaksud pada butir c adalah sejumlah ilmu pengetahuan yang merupakan warusan dari para generasi terdahulu.
     Bila kita mengkaji defenisi-defenisi kurikulum menurut pandangan lama, maka dapat disimpulkan bahwa :
a)      Kurikulum di beri arti yang sempit yakni hanya rencana pengajaran yang terdiri dari sejumlah mata pelajaran.
b)      Kurikulum diberi arti sebagai hasil pendidikan (education product) yang harus di capai oleh peserta didik.[13]
Defenisi kurikulum menurut pandangan baru.
a)      Defenisi kurikulum menurut pandangan baru memberi arti kurikulum secara luas.
b)      Pandangan baru tersebut mula-mula menekankan seluruh pengalaman peserta didik sebagai arti kurikulum.
c)      perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa kurikulum diberi arti sebagai pengalaman-pengalaman yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah atau guru.
d)     Perkembangan terakhir memandang kurikulum sebagai tujuan, nilai-nilai, atau hasil pendidikan yang ingin dicapai.[14]


2.      Komponen Komponen Kurikulum.
Sebagai sebuah sistem, kurikulum terdiri atas komponen-komponen yang saling terkait, terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, bagaikan dua sisi mata uang logam.
     Para ahli juga menyebutkan bahwa komponen kurikulum terdiri atas tujuan, program atau materi, program dan evaluasi, sebagaimana di jelaskan di bawah ini :
a)      Tujuan kurikulum.
           Tujuan kurikulum memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan, karena tujuan akan mengarahkan semua kegiatan pendidikan dan komponen- komponen kurikulum lainnya.
           Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada siswa atau peserta didik. mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidkan. maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dan disesuaikan dengan tujuan pendidikan, baik tujuan ideal maupun tujuan nasional.[15]
b)      Komponen isi dan struktur program/materi.
           Program isi dan dan program/materi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditertapkan. isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa materi materi bidang-bidang studi.
c)      Komponen media/ sarana-prasarana.
           Media merupakan sarana prantara dalam mengajar. sarana dan prasarana atau media merupakan  alat bantu untuk memudahkan dalam mengaplikasi isi atau kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh anak didik dalam proses belajar mengajar.
d)     Komponen strategi belajar mengajar.
             Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik atau guru perlu mmemahami suatu strategi. strategi menunjuk pada suatu pendekatan (approach), metode (method) dan peralatan belajar mengajar diperlikan dalam pengajaran .
e)      Komponen proses belajar mengajar
             Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu proses pengajaran atau pendidikan.
f)       Komponen evaluasi pembelajaran
                            Untuk melihat sejauh mana keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan evaluasi.[16]
C.     Diversifikasi kurikulum madrasah dan sekolah.
      Diversifikasi dapat diartikan penggolongan, penerapan beberapa cara ataupun penganekaragaman.[17]
      Kurikulum idealnya dilaksanakan berorientasi pada kehidupan.pada tingkat kemampuan dasar untuk keperluan pengembangan seperti kemampuan membaca, menulis, dan berfikir kritis, selanjutnya kurikulum yang berorientasi pada kehidupan dan perjalanan  di padukan dengan subyek akademik dapat di gunakan pada pertengahan akhir pendidikan dasar. Pada jenjang pendidikan menengah, belajar didasarkan pada disiplin ilmu dengan tetap bersandar pada kehidupan lingkungan dan masyarakat sebagai sumber kurikulum.
Berbagai kurikulum yang dilaksanakan pada dunia pendidikan telah mengalami banyak perubahan termasuk kurikulum 1994 dan kurikulum - kurikulum sebelumnya salah satu kurikulum yang telah di jalankan anatara lain:
1)      Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 serta mengkombinasikan dengan kurikulum 1975 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki keterampilan dan pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar diwajibkan menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Berdasarkan strukturnya, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses. Di samping meniadakan mata pelajaran PSPB juga diperkenalkannya sistem kurikulum SMU yang dimaksudkan untuk menjadikan pendidikan umum benar-benar sebagai pendidikan persiapan ke perguruan tinggi.
Ciri - Ciri Kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut :
1.   Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
2.   Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
3.  Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
4.  Dalam pelaksanaan kegiatan, guru memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5.  Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep / pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6.  Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek
7.   Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa[18]
2). KBK (kurikulum berbasis kompetensi)
Kompetensi merupakan perpaduan dari penegetahuan, ketrampilan nilai dan sikap yang direflesikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak berdasarkan pengertian keompetensi diatas, kurokulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebagai konsep kurikulum yang menekankan pada pnegembangan kemepuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. [19]
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menurut (Depdiknas 2002) merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumberdaya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.[20]
Berdasarkan pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki karakteristik sebagai berikut:
             1.  Menekankan pada ketercapaian siswa baik secara individual maupun klasikal.
             2.  Berorientasi pada hasil belajar (Learning outcomes) dan keberagaman.
             3.  Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
             4.  Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5.  Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatui kompetensi.[21]
 Sejalan dengan pengertian diatas maka ada dua orientasi KBK, pertama hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada peserta didik melelui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan kedua keberagaman yang dapat di wujudkan sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian dalam KBK anak tidak sekedar dituntut untuk memahami sejumlah konsep akan tetapi bagaimana pemahaman konsep tersebutberdampak pada perilaku dan pola pikir sehari-hari.
3)   KTSP
Dalam standar nasional pendidikan (SNP pasal 1, ayat15) dijelaskan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan (ktsp) adalah kurikulum operasional yang didukung dan dilakasanakan oleh masing –masing satuan pendidikan.
Penyusunan ktsp dilakukan oleh satuan pendidikan dengan menmerhatikan dan berdasarkan standara kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional pendidikan (BSNP)
Manakala kita analisis konsep diatas maka ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna idak operasional. Pertama sebagai kurikulum yang bersifat operasional maka dalam penegembangannya KTSP tidak akan lepas dari ketetapan – ketetapan yang telah disususn pemerintah secara nasional
Kedua, sebagai kurikulum operasional para pengembang KTSP dituntut dan harus memerhatikan, ciri khas kedaerahan sesuai dengan bunyi UU No.20 Th 2003 ayat 2
Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para penegembang kurikulum di daerah memiliki  keleluasaan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam megembangkan strategi dan metode pembelajaran dalam media pembelajaran dalam menentukan evaluasi yang dilakuakn termasuk dalam menentukan berapa kali pertemuan dan kapan suatu topik meteri harus dipelejari siswa agar kompetensi dasar yang telah di tentuka dapat tercapai
Karakteristik KTSP yakni :
a.    Dilihat dari desainnya ktsp adalah kurikullum yang berorientasi pada disiplin ilmu.
b.    KTSP merupakan Kurikulum yang berorientasi pada pengembangan ilmu
c.    KTSP mengakses kepentingan daerah
d.   KTSP merupakan kurikulum teknologis.[22]
Perbedaan antara Kurikulum 1994, KBK, dan KTSP
a)      Kurikulum 1994
1.      Menggunakan pendekatan penguasaan ilmu pengetahuan, yang menekankan pada isi atau materi, berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan.
2.      Standar akademis yang diterapkan secara seragam bagi setiap peserta didik.
3.      Berbasis konten, sehingga peserta didik dipandang sebagai kertas putih yang perlu ditulisi dengan sejumlah ilmu pengetahuan (transfer of knowledge).
4.      Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga Depdiknas memonopoli pengembangan ide dan konsepsi kurikulum .
5.      Materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah seringkali tidak sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
6.      Guru merupakan kurikulum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas.
7.      Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan melalui latihan, seperti latihan mengerjakan soal.
8.      Pembelajaran cenderung hanya dilakukan  di dalam kelas, atau dibatasi oleh empat dinding kelas.
9.      Evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian peserta didik.
b)      Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
1.      Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan, atau kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada dimasyarakat.
2.      Standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya.
3.      Berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan.
4.      Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum.
5.      Sekolah diberi keleluasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
6.      Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar peserta didik.
7.      Pengetahuan, keterampilan dan sikap dikembangkan melalui latihan, seperti latihan mengerjkan soal
8.      Pembelajaran cenderung hanya dilakukan didalam kelas , atau dibatasi olah empat dinding kelas
9.      Evalauasi nasional yang tidak dapat meneyentuh aspek-aspek kepribadian peserta didik
c)      Kurikulum KTSP
1.      Cenderung disentralisme pendidikan, kerangka dasar disusun oleh tim pusat, daerah dan sekolah dapat menegembangkan lebih lanjut
2.      Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP (badan standar nasional pendidikan )
3.      Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
4.      Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD ) dan   ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajara
5.  Berbasis Kompetensi
d)   Implementasi kurikulum
Secara sederhana implementasi  bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (1979) mengemukakan implementasi sebagai evaluasi, Browne dan Wildavsky (1983) juga mengemukakan bahwa implementasi adalah perluasan aktifitas yang saling menyesuaikan (dalam pressman dan Wildavski, 1984), implementasi merupakan aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Maclaughlin (dalam Mann, 1978). Pengertian-pengertian ini memperlihatkan bahwa kata implementasi  bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme atau sistenm. Ungkapanm mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya yakni kurikulum.
Frase implementasi  kurikulum sudah banyak didiskusikan  tokoh dan pakar pendidikan Fullan (1982) mendefinisikan implementasi sebagai proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan. Leithwood (1982) memandang implementasi sebagai suatu proses. Implementasi didefinisikan dengan proses perubahan perilaku, suatu upaya memperbaiki pencapaian harapan-harapan yang dituangkan dalam kurikulum disain, terjadi secara bartahap, terus menerus, dan jika ada hambatan dapat ditanggulangi, (dalam Miller dan Seller, 1985:246).
Definisi lain tentang implementasi  kurikulum mengemukakan bahwa “implementasi sebagai proses pengajaran”. Mereka mengemukakan bahwa biasanya pengajaran adalah implementasi kurikulum, yang mencakup aktivitas pengajaran dalam bentuk interaksi antara guru dan siswa dibawah naungan sekolah (Sayler dan Alexander, 1974:245).
Dalam kontkes imepelmentasi kurikulum, penedekatan-penedekatan yang telah dikemukakan diatas memberikan tekanan proses. Esensinya Implemenatsi adalah sustu prosees, suatu aktivitas yang dilakasanakan menetransfer ide / gagasan, program, harapan-harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum disain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan disain tersebut.[23]












BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.



B.     Saran.


























DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, (2012), Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam, Malang, PT Rajagrafindo persada.
Daulay putra haidar, (2013), pendidikan islam dalam lintas sejarah, Jakarta, kencana prenada media group.
Nata abuddin, (2012), sejarah pendidikan islam pada priode klasik dan pertengahan, Jakarta, PT Rajagrafindo pranada.
Hendayat, dkk,(2007), pembinaan dan pengembangan kurikulum, Jakarta, Bina aksara.
Tafsir ahmad, (2012), filsafat pendidikan islam, Jakarta rineka cipta.
Raharjo rahmat, (2013), pengembangan dan inofasi kurikulum, Yogyakarta,  Azzagrafika
Ishak baego, (1998), pengembangan kurikulum teori dan teknik, Ujung pandang, CV Berkah utami.
Gunawan heri, (2013), kurikulum dan pembelajaran pendidikan agama islam, Bandung, Alfabeta.
Abdullah, (2016), Pengembangan kurikulum teori dan praktik, Jakarta, PT Raja grafindo persada.
Al barry m dahlan, (2001), kamus ilmiah popular, Surabaya, Arkola.
E. Mulyasa, (2008), kurikulum berbasis kompetensi, Bandung,PT Remaja rosda karya.
Sanjaya wina, ( 2007), Kajian kurikulum dan pembelajaran, Bandung, sekolah pasca sarjana universitas pendidikan indonesia.
Nurdin Syafrudin dan Usman m. basyiruddi, (2003), guru professional dan implementasi kurikulum, Jakarta, Ciputet press.



[1] Muhaimin, Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam, Cet.5; (Malang :PT Rajagrafindo persada 2012) h.1
[2] Ibid h.183
[3] Muhaimin, Pengembangan kurikulum pendidikan agama islam, Cet.5; (Malang :PT Rajagrafindo persada 2012) h.184
[4] Haidar putra daulay, pendidikan islam dalam lintas sejarah (Jakarta :kencana prenada media group 2013) h.97
[5] Abuddin nata, sejarah pendidikan islam pada priode klasik dan pertengahan (Jakarta : PT Rajagrafindo pranada 2012) h.178
[6] Hendayat, dkk, pembinaan dan pengembangan kurikulum (Jakarta : Bina aksara, 2007)h.45
[7] Ahmad tafsir, filsafat pendidikan islam (Bandung : Remaja rosdakarya, 2012) h. 183-184
[8] Dakir, perencanaan dan pengembangan kurikulum (Jakarta : rineka cipta 2004)h. 86
[9] Ibid h. 87
[10] Rahmat raharjo, pengembangan dan inofasi kurikulum.( Yogyakarta: Azzagrafika, 2013) h. 55-58
[11] Ibid h. 59-61
[12] Baego ishak, pengembangan kurikulum teori dan teknik, Cet  1; (Ujung pandang :CV Berkah utami,1998) h 4-5
[13] ibid h. 6-7
[14] ibid h.12
[15] Heri gunawan, kurikulum dan pembelajaran pendidikan agama islam. Cet 2(Bandung : Alfabeta, 2013) h. 8-9
[16] Abdullah, Pengembangan kurikulum teori dan praktik, Cet 2 ;(Jakarta : PT Raja grafindo persada 2016) h.36-40
[17] M.Dahlan al barry, kamus ilmiah popular (Surabaya : Arkola 2001) h. 120
[18] www.scribd.com/doc/46250903/tipus-kbk-ktsp diakses pada tanggal 13 maret 2017, pukul 10:09
[19] E. Mulyasa, kurikulum berbasis kompetensi (Bandung :PT Remaja rosda karya 2008)h. 37-39
[20] Wina sanjaya, Kajian kurikulum dan pembelajaran (Bandung : sekolah pasca sarjana universitas pendidikan indonesia 2007)h. 243-244
[21] E. Mulyasa, kurikulum berbasis kompetensi (Bandung :PT Remaja rosda karya 2008)h. 42
[22] Wina sanjaya, kurikulum dan pembelajaran (Jakarta : kencana prenada media group 2010)h.128-131
[23] Syafrudin nurdin dan m. basyiruddi usman, guru professional dan implementasi kurikulum (Jakarta : Ciputet press 2003)h. 70-73

Komentar

Postingan Populer