homeschooling



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Saat ini, masyarakat mulai meminati homeschooling sebagai sarana
pengembangan pendidikan bagi anak-anaknya. Walaupun homeschooling atau
sekolah rumah baru berkembang akhir-akhir ini, homeschooling memiliki akar dalam
pengembangan pendidikan di masyarakat Indonesia dalam model-model pendidikan otodidak serta pendidikan keluarga sebagaimana yang dilakukan para Ulama terhadap pendidikan anak-anaknya di pesantren yang dipimpinnya sendiri. Media massa, baik media cetak maupun media elektronik cukup gencar memberitakan home schooling.
 Beberapa tokoh publik dan artis memilih home schooling sebagai jalur pendidikannya atau jalur pendidikan putra-putrinya. Homeschooling (Sekolah Rumah) saat ini mulai menjadi salah satu model pilihan orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan. Pilihan ini muncul karena adanya pandangan para orang tua tentang kesesuaian minat oleh anak-anaknya. Homeschooling ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri.
Di Indonesia keberadaan homeschooling sudah mulai menjamur di Jakarta dan kota besar lainnya. Untuk tahap pertama, keberadaan proses belajar dan mengajar model rumahan ini belum menuai minat dari khalayak umum. Namun kini, keberadaannya justru banyak dimanfaatkan kalangan menengah keatas, seperti artis, dan kalangan entertainer. Tak jarang didapati diantaranya kalangan olahragawan, atlit nasional juga kalangan biasa yang menginginkan rumah sebagai ruang kelas.Banyaknya orang tua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong orang tua mendidik anaknya di rumah.
Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan keterampilan hidup dan bersosial (nilainilai iman dan moral). Di sekolah, banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek atau membeli ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan. Ditambah lagi, identitas anak distigmatisasi dan ditentukan oleh temantemannya yang lebih pintar,
lebih unggul atau lebih “cerdas”. Keadaan demikian menambah suasana sekolah menjadi tidak menyenangkan. Ketidakpuasan tersebut semakin memicu orang tua memilih mendidik anak-anaknya di rumah, dengan resiko menyediakan banyak waktu dan tenaga. Homeschooling menjadi tempat harapan orang tua untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak, mengembangkan nilai-nilai iman/agama dan moral serta mendapatkan suasanabelajar yang menyenangkan.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah Konsep Home Scholling?
2.    Bagaimanakah kelemahan dan kelebihan Home Scholling ?
C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui konsep Home scholling.
2.    Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan Home Scholling.













BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep HomeScholing
a.      Sejarah homeScholing
Menurut John Cadlwell Holt (Simbolon, 2008), filosofi berdirinya home
schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar,kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh
kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadiperbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan system sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education).
Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan anak-anak pada sekolah formal sebelum usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya anak-anak laki-laki karenaketerlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono dalam Simbolon, 2008). Setelah pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, kemudian Holt menerbitkan karyanya yang lain Instead of Education dan Ways to Help People Do Things Better pada tahun 1976.
Buku ini mendapat sam butan hangat dari para orangtua pendukung home schooling di berbagai penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi nama Growing Without Schooling. Serupa dengan Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting home schooling. Setelah itu, home schooling terus berkembang dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs),pertumbuhan home schooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.[1]
b.      Pengertian HomeScholing
Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakardan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar.[2]
Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya yang digunakan untuk home schooling adalah “sekolah rumah”. Istilah ini dipakai secara resmi oleh departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk menyebutkan home
schooling. Selain sekolah rumah, home schooling kadangkala juga
 diterjemahkan dengan istilah mandiri. Peran dan komitmen total orangtua sangat dituntut. Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan sertifikat, dengan tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Banyak orang tua Indonesia yang mempraktekkan homeschooling mengambil materi pelajaran, bahan ujian dan sertifikat sekolah rumah dari Amerika Serikat. Sertifikat dari negeri paman Sam itu diakui di Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional) sebagai lulusan sekolah Luar Negeri (Kompas, 13/3/2005).
 Dalam Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan Nasional menyebut sekolah-rumah dalam pengertian pendidikan homeschooling. Jalur sekolah-rumah ini dikategorikan sebagai jalur pendidikan informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional – Sisidiknas No. 20/2003). Kegiatanpendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Meskipun pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal, namun hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum) dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal 27 ayat 2).[3]
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).
Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan nasional tersebut, sekolah rumah menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
c.       Tujuan dan Manfaat Home Scholing
Menurut John Holt Tujuan dilaksanakannya homeschooling adalah:
1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu untuk proses
pembelajaran akademik dan kecakapan hidup
2. Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup
3. Melayani peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan secara fleksibel untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
Menurut Adilistiono, (2011: 36) homeschooling memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Anak-anak menjadi subyek belajar. Melalui homeschooling, anak-anak benar-benar diberi peluang untuk menentukan materi-materi yang dipelajarinya. Anak-anak benarbenar menjadi subyek dalam kegiatan belajar.
2. Fleksibel. Sebagai bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama penyelenggaraan homeschooling adalah adanya kelenturan dan feksibilitas, jadi tidak boleh kaku dan terlalu berstruktur sebagaimana sekolah formal. Apabila disusun dalam kurikulum yang baku, maka homeschooling justru akan kehilangan makna utamanya.
3. Pembelajaran kontekstual. Homeschooling sangat memungkinkan untuk menampung sekaligus mendukung kegiatan belajar yang kontekstual dimana masing-masing berada didalam konteks yang beragam misalnya konteks lingkungan tempat tinggal, keluarga, teman-teman, sekolah, pekerjaan, kebijakan politik dan ekosistem bumi.
4. Objek yang dipelajari sangat luas dan nyata.[4]
d.    Jenis-jenis Home Scholing
Menurut Seto *ulyadi, Ketua Komnas anak, kemunculan homeschooling
sebagai salah satu alternatif memang perlu dibuktikan keberhasilannya sebagai sebuah
kompetisi proses menimba melalui sistem non formal.
Secara etimologis, home schooling &S! adalah sekolah yang diadakan di
rumah.
meski disebut home schoooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah.

Keunggulan secara indi6idual inilah yang memberi makna bagi terintegrasinya mata pelajaran kepada peserta didik. Seto mengatakan, perlunya dukungan penuh dari orang tua untuk belajar, menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, dan memelihara minat dan antusias belajar anak. Karena dibalik kemudahan, Sekolah rumah juga memerlukan kesabaran orangtua, kerja sama antaranggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan. Seto menampik sejumlah mitos yang dinilainya keliru tentang homeschooling selama ini. *isalnya, anak kurang bersosialisasi, orang tua tidak bisa menjadi guru, orang tua harus tahu segalanya, orang tua harus meluangkan Waktu < jam sehari, waktu belajar tidak sebanyak waktu belajar sekolah formal, anak tidak terbiasa disiplin dan seenaknya sendiri, tidak bisa mendapatkan ija"ah dan pindah jalur ke sekolah formal, tidak mampu berkompetisi, dan homeschooling mahal. =(tu keliru, ucapnya.

ada beberapa klasifikasi format homeschooling, yaitu>
1)      Homeschooling Tunggal
Homeschooling tunggal, merupakan homeschooling yang hanya melibatkan orangtua dalam satu keluarga dan tidak bergabung dengan keluarga lainnya. Pada homeschooling tunggal peran orangtua sangatlah penting sebagai pembimbing, teman belajar ataupun penilai. Homeschooling ini memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi karena dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dalam homeschooling tunggal ini juga termasuk didalamnya orang tua yang menyelenggarakan homeschooling mandiri dengan sistem online program. Orangtuaberlangganan program secara online dalam pembelajaran homeschooling bagi anaknya.

2)      Homeschooling Majemuk
Homeschooling Majemuk, dilaksanakan oleh dua keluarga atau lebih untuk kegiatan tertentu, dengan kesamaan minat tertentu, sedangkan kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Homeschooling ini dapat merangsang insting social anak karena melibatkan anak-anak lain,anak akan terpacu pula untuk berkompetisi sehingga akan timbul semangat untk bersaing untuk berprestasi menjadi yang lebih baik akan tetapi tetap positif. Homeschooling ini terbentuk biasanya berdasarkan minat yang sama, atau memiliki tujuan pembelajaran dalam agama yang sama.
3)      Homeschooling Komunitas
Homeschooling komunitas, merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, RPP, bahan ajar, sarana, serta jadwal pembelajaran. Peserta didik yang mengikuti homeschooling komunitas memiliki ruang gerak sosialisasi yang lebih luas dibandingkan dengan homeschooling lainnya.[5]
e.      Kurikulum Home Scholing
Salah satu perbedaan Homeschooling dengan sekolah reguler adalah pengelolaan di sekolah reguler lebih terpusat (kurikulumnya diatur) sedangkan kurikulum homeschooling tergantung pada orang tua dan materi ajar untuk anaknya. Setiap keluarga Homeschooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum dan bahan ajar yang akan digunakan sebagai acuan.Kurikulum akan menentukan pola pendidikan dalam Homeschooling dan menentukan tahap-tahap belajar peserta didik.
Keluarga Homeschooling dapat menggunakan kurikulum berbentuk bahan paket (bundle),bahan terpisah (unbundle), ataupun dengan menggabungkan bahan yang dibeli dengan kreatifitas sendiri. Kurikulum pembelajaran home schooling adalah kurikulum yang didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum nasional. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Bryan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers (71%) memilih sendiri materi pembelajaran dan kurikulum dari kurikulum yang tersedia, kemudian melakukan penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan anakanak dan keadaan keluarga.
Selain itu, 24% diantaranya menggunakan paket kurikulum lengkap yang dibeli dari lembaga penyedia kurikulum dan materi ajar.Sekitar 3% menggunakan materi dari sekolah satelit (partner home schooling)atau program khusus yang dijalankan oleh sekolah swasta setempat.Selain pendekatan dan metode yang digunkan dalam balajar, setiap keluarga home schooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum yangdiacu dan bahan ajar yang digunakan.
Kurikulum berisi sasaran-sasaran pengajaran yang ingin dicapai di dalam rentang waktu tertentu, sedangkan bahan ajar adalah materi praktis yang digunakan untuk pengajaran sehari-hari. untuk memilih kurikulum dan bahan ajar, keluarga home schooling dapat memilih apakah mereka menggunakan bahan paket (bundle) atau bahan-bahan terpisah (unbundle). Pada bahan terpaket (bundle), keluarga home schooling menggunakan kurikulum dan bahan-bahan pelajaran yang sudah disediakan oleh lembaga yang menyediakan layanan tersebut. Sedangkan pilihan kedua yang dapat dilakukan oleh keluarga home schooling adalah memberi secara terpisah, baik kurikulum maupun bahan ajar.
 Dengan resiko menambah kompleksitas, keluarga home schooling dapat memilih materi-materi yang benar-benar dibutuhkannya dan membelinya secara terpisah.Selain kedua pilihan tersebut, keluarga home schooling dapat mengembangkan kreatifitasnya untuk menentukan kurikulum dan materi-materi yang digunakannya. Keluarga home schooling dapat menggabungkan antara membeli bahan pengajaran dan penggunaan dan penggunaan materi yang ada di rumah, atau membuat sendiri materi pengajaran yang dibutuhkannya.[6]
B.  Kelebihan Dan Kekurangan Home Schooling
Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan home schooling:
a.      Kelebihan home schooling:
a)      Sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga
b)      Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreatifitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum
c)      Memberi banyak keleluasaan bagi anak untuk menikmati proses belajar
tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh
target kurikulum.
d)     Menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.
e)      Menghindari penyakit sosial yang dianggap orang tua dapat terjadi di
sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja (bullying), narkoba dan
pelecehan
f)       Memberikan keterampilan khusus yang menuntut pembelajaran dalam waktu yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya.
g)      Memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak yang sakit atau cacat.
h)      Customized, sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga. Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum. Memaksimalkan potensi anak sejak usia dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang ditetapkan di sekolah. Lebih siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang ada di sekitarnya. Kesesuaian pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang (tawuran, drug, konsumerisme, pornografi, mencontek, dsb). Kemampuan bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization). Biaya pendidikan dapat menyesuaikan dengan keadaan orang tua.
i)        Memberikan Kemandirian dan Kreativitas Individual. Dalam hal ini anak-anak dapat lebih
j)        mandiri dalam melakukan sesuatu. Kreativitas mereka juga lebih terasah karena mereka bebas
k)      menuangkan apa yang ada di pikirannya.
l)        Peluang Untuk Mencapai Kompetensi Individual Secara Maksimal. dapat memaksimalkan kemampuan individual mereka sendiri
m)    Terlindung Dari Pergaulan Menyimpang.
n)      Anak Lebih Berkembang. Anak dapat lebih berkembang dan memahami dirinya sendiri.
o)      Selainitu anak juga diajarkan dengan kebebasan mengeluarkan pendapat, menolak suatu hal ataupun menyepakati nilai-nilai tertentu. Jadi mereka tidak perlu takut akan celaan teman-teman disekolah.[7]
b.    Kekurangan home schooling
1)      Tidak adanya suasana kompetitif sehingga anak tidak bisa membandingkan sampai dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya.
2)       Keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relati rendah.
3)      Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), Ahmad Multazam at 10:12 AM organisasi dan kepemimpinan.
4)      Proteksi berlebihan dari orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah sosial yang kompleks yang tidak terprediksi.
5)      Ketidak mampuan orang tua dalam menguasai materi ajar dalam home schooling, sehingga harus mendatangkan tutor dari luar, maka kondisi ini akan memperbesar biaya home schooling.
6)      Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi dari orang tua
7)      Sosialisasi seumur (peer-group socialization) relatif rendah.
8)      Anak relative tidak terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial. Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi, dan kepemimpinan.
9)      Perlindungan orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang
kompleks yang tidak terprediksi.
10)   Kurang Interaksi. Anak-anak yang mengambil pendidikan homeschooling akan berkurang
11)  interaksi sosialnya dengan teman sebaya. Sehingga dapat menyebabkan berkurangnya pengalaman hidup di dalam masyarakat. Dengan kurangnya interaksi ini, mereka bisa saja terisolisasi dari masyarakat.
12)  Kurang Bersaing. Sekolah merupakan tempat belajar yang dapat melatih anak untuk bersaing dalam hal positif demi mencapai keberhasilan yang mereka inginkan.
13)  Belum Ada Standardisasi Kurikulum. Pendidikan homeschooling saat ini belum mempunyai kurikulum yang tetap sehingga agak menyulitkan untuk mengikuti perkembangan pendidikan seperti di sekolah.
14)  Kurang Minat Belajar.
15)              Percaya atau tidak, teman sekelas mempunyai peranan penting supaya[8]

a.     Faktor Pemicu dan Pendukung Homeschooling
Kegagalan sekolah formal Baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di Indonesia maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan homeschooling. Sekolah rumah ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu. Teori Inteligensi ganda Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (1983) yang digagas oleh Howard Gardner.
Gardner menggagas teori inteligensi ganda. Pada awalnya, dia menemukan distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia. Kemudian, pada tahun 1999, ia menambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi 9 jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut adalah:Inteligensi linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi ruang-visual; Inteligensi kinestetik-badani; Inteligensi musikal; Inteligensi interpersonal; Inteligensi intrapersonal; Inteligensi ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.
Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak, sebab sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak. (Buku acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi ganda ini dalam bahasa Indonesia ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul Suparno, Kanisius: 2003).
Sosok homeschooling terkenal Banyaknya tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya. Benyamin Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin sipil dan pelayan publik bukan karena belajar di sekolah formal. Franklin hanya menjalani dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu membayar biaya pendidikan. Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai hal dari waktu ke waktu dirumah dan tempat lainnya yang bisa ia jadikan sebagai tempat belajar.
Tersedianya aneka sarana Dewasa ini, perkembangan homeschooling ikut dipicu oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata. Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian), fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti asuhan,rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah, perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan audivisual).[9]

b.      Persyaratan Keberhasilan Home Scholing
Agar homeschooling dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka ada beberapa prasyarat keberhasilan dalam menyelenggarakan homeschooling,

1.      Kemauan Dan Tekad yang Bulat
2.      Disiplin Belajar Pembelajaran Yang Di Pegang teguh
3.      Ketersediaan waktu Yang Cukup
4.      Keluwesan dalam Pendekatan pembelajaran
5.      Kemampuan ornag tua Mengelola kegiatan
6.      Ketersediaan sumber belajar Dipenuhinya standar yang ditentukan
7.      Ditegakkannya ketentuan hokum
8.      Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
9.      Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
10.  Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara homeschooling
11.  Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif (misalnya dalam bentuk portofolio dan kolokium.[10]

c.       Perbedaan Homeschooling dan Sekolah Umum
Model pendidikan yang paling terkenal dan diakui masyarakat adalah sistem sekolah atau pendidikan formal baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Sekolah umum seringkalidipandang sebagian orang lebih valid dan disukai. Namun bagi sebagian orang, sistem sekolah umum merupakan sekolah yang tidak memuaskan bagi perkembangan diri anak. Sekolah umum menjadi kambing hitam atas output yang dikeluarkannya. Hal ini terlihat dari output pendidikan formal banyak menjadi koruptor, pelaku mafia peradilan, politisi pembohong, dan penipu kelas kakap.
Alasan kekecewaan itulah memicu keluarga-keluarga memilih sekolah rumah alias homeschooling sebagai pendidikan alternatif. Pada hakekatnya, baik homeschooling maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sebuah sarana untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Namun homeschooling dan sekolah memiliki perbedaan. Pada sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orang tua kepada guru dan pengelola sekolah. Pada homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya berada di tangan orang tua.
Sistem di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi kebutuhan anak secara umum, sementara sistem pada homeschooling disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi keluarga. Pada sekolah, jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa. Pada homeschooling jadwal belajar Gun Sasongko Rahmanu di 09.40 fleksibel, tergantung pada kesepakatan antara anak dan orang tua. Pengelolaan di sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi ajar. Pengelolaan pada homeschooling terdesentralisasi pada keinginan keluarga homeschooling. Kurikulum dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh orang tua.[11]

d.      Landasan Hukum Homeschooling
Departemen Pendidikan Nasional menyebut sekolah-rumah dalam pengertian pendidikan homeschooling. Jalur sekolah-rumah ini dikategorikan sebagai jalur pendidikan informal yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional – Sisidiknas No. 20/2003). Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Meskipun pemerintah tidak mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal, namun hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum) dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan (pasal 27 ayat 2). Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).
Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan nasional tersebut, sekolah rumah menjadi bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, danmenjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hal ini yang kemudian membuat homeschooling dipilih sebagai salah satu alternatif proses belajar mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Hingga kemudian model homeschooling (Sekolah Rumah) dimasukan dalam revisi UU pendidikan no 20 tahun 2003. Pasal 7 UU Sisdiknas mengenai Hak dan Kewajiban Orangtua (Ayat 1) Orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anak. Ayat 2. Oangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Mengaitkan antara homeschooling dan Pasal 7 tersebut, saya menyimpulkan, homeschooling sebenarnya bagus kalau diposisikan sebagai wahana pembentuk karakter dan kepribadian anak. Orangtua justru akan ikut terlibat dan mewarnai pembentukan karakter dan kepribadian anak mereka melalui homeschooling, dengan bahan ajar yang lebih menitikberatkan pada penanaman nilai keimanan serta akhlak yang terpuji. Hasilnya adalah tidak saja terbentuk karakter yang khas, namun anak nantinya memiliki pendewasaan berpikir dan tidak bermental tempe Pemerintah sendiri mengamini keberadaan homeschooling melalui UU Sisdiknas, Pasal 27 mengenai pendidikan informal.

























BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
a.       Sejarah Home scholing
Menurut John Cadlwell Holt (Simbolon, 2008), filosofi berdirinya home
schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar,kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh
kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadiperbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan system sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education).
b.       Pengertian home scholing
Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakardan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based learning atau sekolah mandiri.
c.       Kekurangan Homescholing
1.      Tidak adanya suasana kompetitif sehingga anak tidak bisa membandingkan sampai dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya.
2.      Keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan teman sebaya relati rendah.
3.    Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), Ahmad Multazam at 10:12 AM organisasi dan kepemimpinan.
d.      Kelebihan Home scholing
1.    Sesuai kebutuhan anak dan kondisi keluarga
2.      Lebih memberikan peluang untuk kemandirian dan kreatifitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum
3.      Memberi banyak keleluasaan bagi anak untuk menikmati proses belajar
tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh
target kurikulum.
4.      Menyediakan pendidikan moral atau keagamaan, lingkungan sosial dan suasana belajar yang lebih baik.


B.  Saran
Semoga makalah ini memberikan manfaat dalam dunia pendidikan islam. Dan kami dari penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan isi makalah masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan baik dari segi kata bahasa dan kalimat, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi perbaikan penyusunan makalah selanjutnya.













DAFTAR PUSTAKA

Sumardiono,Home scholling Lompatan Cara Belajar,Jakarta:Pt Elex Media Komputindo,2007.
Kurniasih Imas, Home Schooling Bersekolah di Rumah Kenapa Tidak, Jogjakarta:Cakrawala, 2009.
Magdalena Maria, Anakku Tidak Mau Sekolah Jangan Takut Cobalah Home
Schooling,
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Satmoko  Budi Santoso,Sekolah Alternatif mengapa tidak? Jogjakarta:Diva press,2010.
Maria Magdalena,jangan takut coba-coba Home Scholing!, jakarta:Gramedia,2010
Holy setyowati,Home scholing,Creating the best of me, jakarta:Gramedia,2010.
                                                                         






[1] Sumardiono,Home scholling Lompatan Cara Belajar,(Jakarta:Pt Elex Media Komputindo,2007),hal.13

[2] Ibid.hal 10
[3] Ibid; Hal.23
[4]setyowati Holy,Home scholing,Creating the best of me,(jakarta:Gramedia,2010).hal 22
[5]MagdalenaMaria,jangan takut coba-coba Home Scholing!, (jakarta:Gramedia,2010), hal 24
[6] Budi Santoso Satmoko,Sekolah Alternatif mengapa tidak?(Jogjakarta:Diva press,2010)hal 16
[7] Imas Kurniasih, Home Schooling Bersekolah di Rumah Kenapa Tidak, (Jogjakarta:
Cakrawala, 2009
), hlm. 9-10
[8] Ibid.hal 10
[9] Maria Magdalena, Anakku Tidak Mau Sekolah Jangan Takut Cobalah Home
Schooling,
( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm.8
[10] Ibid.hal.15
[11] Ibid,hal 17

Komentar

Postingan Populer