homeschooling
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini, masyarakat mulai meminati homeschooling
sebagai sarana
pengembangan pendidikan bagi anak-anaknya. Walaupun homeschooling atau
sekolah rumah baru berkembang akhir-akhir ini, homeschooling memiliki akar dalam pengembangan pendidikan di masyarakat Indonesia dalam model-model pendidikan otodidak serta pendidikan keluarga sebagaimana yang dilakukan para Ulama terhadap pendidikan anak-anaknya di pesantren yang dipimpinnya sendiri. Media massa, baik media cetak maupun media elektronik cukup gencar memberitakan home schooling.
pengembangan pendidikan bagi anak-anaknya. Walaupun homeschooling atau
sekolah rumah baru berkembang akhir-akhir ini, homeschooling memiliki akar dalam pengembangan pendidikan di masyarakat Indonesia dalam model-model pendidikan otodidak serta pendidikan keluarga sebagaimana yang dilakukan para Ulama terhadap pendidikan anak-anaknya di pesantren yang dipimpinnya sendiri. Media massa, baik media cetak maupun media elektronik cukup gencar memberitakan home schooling.
Beberapa
tokoh publik dan artis memilih home schooling sebagai jalur
pendidikannya atau jalur pendidikan putra-putrinya. Homeschooling (Sekolah Rumah) saat ini mulai menjadi
salah satu model pilihan orang tua dalam
mengarahkan anak-anaknya dalam bidang pendidikan. Pilihan ini muncul karena adanya
pandangan para orang tua tentang kesesuaian minat oleh anak-anaknya. Homeschooling
ini banyak dilakukan di kota-kota besar, terutama oleh mereka yang pernah melakukannya
ketika berada di luar negeri.
Di Indonesia keberadaan homeschooling sudah mulai
menjamur di Jakarta dan kota besar lainnya. Untuk
tahap pertama, keberadaan proses belajar dan mengajar model rumahan ini belum
menuai minat dari khalayak umum. Namun kini,
keberadaannya justru banyak dimanfaatkan kalangan menengah keatas, seperti
artis, dan kalangan entertainer. Tak jarang didapati diantaranya kalangan olahragawan,
atlit nasional juga kalangan biasa yang menginginkan rumah sebagai ruang kelas.Banyaknya
orang tua yang tidak puas dengan hasil sekolah formal mendorong orang tua mendidik
anaknya di rumah.
Kerapkali sekolah formal berorientasi pada nilai
rapor (kepentingan sekolah), bukannya mengedepankan
keterampilan hidup dan bersosial (nilainilai iman dan moral). Di sekolah,
banyak murid mengejar nilai rapor dengan mencontek atau
membeli ijazah palsu. Selain itu, perhatian secara personal pada anak, kurang diperhatikan.
Ditambah lagi, identitas anak distigmatisasi dan ditentukan oleh temantemannya
yang lebih pintar,
lebih unggul atau lebih “cerdas”. Keadaan demikian
menambah suasana sekolah menjadi tidak menyenangkan. Ketidakpuasan
tersebut semakin memicu orang tua memilih mendidik anak-anaknya di rumah,
dengan resiko menyediakan banyak waktu dan tenaga. Homeschooling menjadi tempat
harapan orang tua untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak, mengembangkan
nilai-nilai iman/agama dan moral serta mendapatkan suasanabelajar yang
menyenangkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
Konsep Home Scholling?
2. Bagaimanakah
kelemahan dan kelebihan Home Scholling ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep Home
scholling.
2. Untuk mengetahui kelemahan dan
kelebihan Home Scholling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
HomeScholing
a. Sejarah
homeScholing
Menurut
John Cadlwell Holt (Simbolon, 2008), filosofi berdirinya home
schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar,kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadiperbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan system sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education).
schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar,kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadiperbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan system sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education).
Penelitian mereka menunjukkan bahwa memasukkan
anak-anak pada sekolah formal sebelum
usia 8-12 tahun bukan hanya tak efektif, tetapi sesungguhnya juga berakibat buruk bagi anak-anak, khususnya
anak-anak laki-laki karenaketerlambatan kedewasaan mereka (Sumardiono dalam
Simbolon, 2008). Setelah
pemikirannya tentang kegagalan sistem sekolah mendapat tanggapan luas, kemudian Holt menerbitkan
karyanya yang lain Instead of Education
dan Ways to Help People Do Things Better pada tahun 1976.
Buku
ini mendapat sam butan hangat dari para orangtua
pendukung home schooling di berbagai
penjuru Amerika Serikat. Pada tahun 1977, Holt menerbitkan majalah untuk pendidikan di rumah yang diberi
nama Growing Without Schooling. Serupa dengan
Holt, Ray dan Dorothy Moore kemudian menjadi pendukung dan konsultan penting home schooling.
Setelah itu, home schooling terus berkembang
dengan berbagai alasan. Selain karena alasan keyakinan (beliefs),pertumbuhan
home schooling juga banyak dipicu oleh ketidakpuasan atas sistem pendidikan di sekolah formal.[1]
b. Pengertian
HomeScholing
Istilah Homeschooling sendiri berasal dari bahasa
Inggris berarti sekolah rumah. Homeschooling berakardan bertumbuh di Amerika
Serikat. Homeschooling dikenal juga dengan sebutan home education, home based
learning atau sekolah mandiri. Pengertian umum homeschooling adalah model
pendidikan dimana sebuah keluarga memilih untuk bertanggung jawab
sendiri atas pendidikan anaknya dengan menggunakan rumah
sebagai basis pendidikannya. Memilih untuk bertanggungjawab berarti orangtua
terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan,
penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak
dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode
dan praktek belajar.[2]
Dalam bahasa Indonesia, terjemahan yang biasanya
yang digunakan untuk home schooling adalah “sekolah
rumah”. Istilah ini dipakai secara resmi oleh departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) untuk menyebutkan home
schooling. Selain sekolah rumah, home schooling kadangkala juga diterjemahkan dengan istilah mandiri. Peran dan komitmen total orangtua sangat dituntut. Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan sertifikat, dengan tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Banyak orang tua Indonesia yang mempraktekkan homeschooling mengambil materi pelajaran, bahan ujian dan sertifikat sekolah rumah dari Amerika Serikat. Sertifikat dari negeri paman Sam itu diakui di Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional) sebagai lulusan sekolah Luar Negeri (Kompas, 13/3/2005).
schooling. Selain sekolah rumah, home schooling kadangkala juga diterjemahkan dengan istilah mandiri. Peran dan komitmen total orangtua sangat dituntut. Selain pemilihan materi dan standar pendidikan sekolah rumah, mereka juga harus melaksanakan ujian bagi anak-anaknya untuk mendapatkan sertifikat, dengan tujuan agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Banyak orang tua Indonesia yang mempraktekkan homeschooling mengambil materi pelajaran, bahan ujian dan sertifikat sekolah rumah dari Amerika Serikat. Sertifikat dari negeri paman Sam itu diakui di Indonesia (Departemen Pendidikan Nasional) sebagai lulusan sekolah Luar Negeri (Kompas, 13/3/2005).
Dalam
Pendidikan Nasional Departemen Pendidikan Nasional
menyebut sekolah-rumah dalam pengertian pendidikan homeschooling. Jalur
sekolah-rumah ini dikategorikan sebagai jalur pendidikan informal yaitu jalur
pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1 Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional – Sisidiknas No. 20/2003). Kegiatanpendidikan
informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar
secara mandiri. Meskipun pemerintah tidak mengatur standar
isi dan proses pelayanan pendidikan informal, namun hasil
pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum) dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan (pasal 27 ayat 2).[3]
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal 1).
Berdasarkan definisi pendidikan dan sistem pendidikan
nasional tersebut, sekolah rumah menjadi bagian dari usaha
pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
c. Tujuan dan
Manfaat Home Scholing
Menurut John Holt Tujuan dilaksanakannya
homeschooling adalah:
1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup
1. Menjamin penyelesaian pendidikan dasar dan menengah yang bermutu untuk proses pembelajaran akademik dan kecakapan hidup
2.
Menjamin pemerataan dan kemudahan akses pendidikan bagi setiap individu untuk proses
pembelajaran akademik dan kecakapan hidup
3. Melayani
peserta didik yang memerlukan pendidikan akademik dan kecakapan secara fleksibel
untuk meningkatkan mutu kehidupannya.
Menurut Adilistiono,
(2011: 36) homeschooling memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:
1.
Anak-anak menjadi subyek belajar. Melalui homeschooling, anak-anak benar-benar diberi
peluang untuk menentukan materi-materi yang dipelajarinya. Anak-anak benarbenar
menjadi subyek dalam kegiatan belajar.
2.
Fleksibel. Sebagai bentuk dari sistem pendidikan informal, kunci utama
penyelenggaraan homeschooling adalah adanya kelenturan dan feksibilitas,
jadi tidak boleh kaku dan terlalu berstruktur sebagaimana
sekolah formal. Apabila disusun dalam kurikulum yang baku,
maka homeschooling justru akan kehilangan makna utamanya.
3.
Pembelajaran kontekstual. Homeschooling sangat memungkinkan untuk menampung sekaligus
mendukung kegiatan belajar yang kontekstual dimana masing-masing berada didalam
konteks yang beragam misalnya konteks lingkungan tempat tinggal, keluarga,
teman-teman, sekolah, pekerjaan, kebijakan politik dan ekosistem bumi.
4.
Objek yang dipelajari sangat luas dan nyata.[4]
d.
Jenis-jenis Home Scholing
Menurut Seto *ulyadi, Ketua Komnas anak, kemunculan homeschooling
sebagai salah satu alternatif memang perlu dibuktikan keberhasilannya sebagai sebuah kompetisi proses menimba melalui sistem non formal.
Secara etimologis, home schooling &S! adalah sekolah yang diadakan di
rumah. meski disebut home schoooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah.
sebagai salah satu alternatif memang perlu dibuktikan keberhasilannya sebagai sebuah kompetisi proses menimba melalui sistem non formal.
Secara etimologis, home schooling &S! adalah sekolah yang diadakan di
rumah. meski disebut home schoooling, tidak berarti anak akan terus menerus belajar di rumah, tetapi anak-anak bisa belajar di mana saja dan kapan saja asal situasi dan kondisinya benar-benar nyaman dan menyenangkan seperti layaknya berada dirumah.
Keunggulan secara indi6idual inilah yang
memberi makna bagi terintegrasinya mata pelajaran kepada peserta didik. Seto mengatakan, perlunya dukungan penuh dari orang tua untuk
belajar, menciptakan
pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, dan memelihara minat dan antusias belajar anak. Karena dibalik
kemudahan, Sekolah rumah juga memerlukan
kesabaran orangtua, kerja sama antaranggota keluarga, dan konsisten dalam penanaman kebiasaan. Seto menampik sejumlah mitos yang
dinilainya keliru tentang homeschooling selama ini. *isalnya, anak kurang bersosialisasi, orang tua tidak
bisa menjadi guru, orang tua harus tahu
segalanya, orang tua harus meluangkan Waktu < jam sehari, waktu belajar tidak sebanyak waktu belajar sekolah formal, anak tidak terbiasa disiplin dan seenaknya sendiri, tidak
bisa mendapatkan ija"ah dan pindah jalur ke sekolah formal, tidak mampu berkompetisi, dan homeschooling mahal.
=(tu keliru, ucapnya.
ada beberapa klasifikasi format homeschooling, yaitu>
1)
Homeschooling Tunggal
Homeschooling
tunggal, merupakan homeschooling yang hanya melibatkan orangtua dalam satu keluarga dan tidak bergabung dengan
keluarga lainnya. Pada homeschooling tunggal peran
orangtua sangatlah penting sebagai pembimbing, teman belajar ataupun penilai. Homeschooling ini memiliki tingkat
fleksibilitas yang tinggi karena dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dalam homeschooling
tunggal ini juga termasuk didalamnya orang tua yang
menyelenggarakan homeschooling mandiri dengan sistem online program. Orangtuaberlangganan
program secara online dalam pembelajaran homeschooling bagi anaknya.
2)
Homeschooling Majemuk
Homeschooling
Majemuk, dilaksanakan oleh dua keluarga atau lebih untuk kegiatan tertentu, dengan kesamaan minat tertentu,
sedangkan kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orangtua masing-masing. Homeschooling ini dapat
merangsang insting social anak karena melibatkan anak-anak
lain,anak akan terpacu pula untuk berkompetisi sehingga akan timbul semangat untk bersaing untuk berprestasi menjadi
yang lebih baik akan tetapi tetap positif. Homeschooling
ini terbentuk biasanya berdasarkan minat yang sama, atau memiliki tujuan pembelajaran dalam agama yang sama.
3)
Homeschooling Komunitas
Homeschooling
komunitas, merupakan gabungan beberapa homeschooling majemuk yang menyusun dan menentukan silabus, RPP,
bahan ajar, sarana, serta jadwal pembelajaran. Peserta
didik yang mengikuti homeschooling komunitas memiliki ruang gerak sosialisasi
yang lebih luas dibandingkan dengan
homeschooling lainnya.[5]
e.
Kurikulum Home Scholing
Salah satu perbedaan Homeschooling dengan sekolah
reguler adalah pengelolaan di sekolah reguler lebih terpusat
(kurikulumnya diatur) sedangkan kurikulum homeschooling tergantung
pada orang tua dan materi ajar untuk anaknya. Setiap keluarga
Homeschooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum dan bahan ajar
yang akan digunakan sebagai acuan.Kurikulum akan menentukan pola pendidikan dalam
Homeschooling dan menentukan tahap-tahap belajar peserta didik.
Keluarga Homeschooling dapat menggunakan kurikulum berbentuk
bahan paket (bundle),bahan terpisah (unbundle), ataupun dengan menggabungkan
bahan yang dibeli dengan kreatifitas sendiri. Kurikulum
pembelajaran home schooling adalah kurikulum yang didesain sendiri namun tetap mengacu kepada kurikulum
nasional. Penelitian yang dilakukan
oleh Dr. Bryan Ray menunjukkan bahwa mayoritas home schoolers (71%) memilih sendiri materi
pembelajaran dan kurikulum dari kurikulum yang tersedia,
kemudian melakukan penyesuaian agar sesuai dengan kebutuhan anakanak dan
keadaan keluarga.
Selain
itu, 24% diantaranya menggunakan paket kurikulum
lengkap yang dibeli dari lembaga penyedia kurikulum dan materi ajar.Sekitar 3%
menggunakan materi dari sekolah satelit (partner home schooling)atau program
khusus yang dijalankan oleh sekolah swasta setempat.Selain pendekatan dan
metode yang digunkan dalam balajar, setiap keluarga
home schooling memiliki pilihan untuk menentukan kurikulum yangdiacu dan bahan
ajar yang digunakan.
Kurikulum
berisi sasaran-sasaran pengajaran
yang ingin dicapai di dalam rentang waktu tertentu, sedangkan bahan ajar adalah materi praktis yang
digunakan untuk pengajaran sehari-hari. untuk memilih kurikulum dan bahan ajar,
keluarga home schooling dapat memilih
apakah mereka menggunakan bahan paket (bundle) atau bahan-bahan terpisah (unbundle). Pada bahan terpaket (bundle),
keluarga home schooling menggunakan kurikulum
dan bahan-bahan pelajaran yang sudah disediakan oleh lembaga yang menyediakan layanan tersebut. Sedangkan
pilihan kedua yang dapat dilakukan oleh
keluarga home schooling adalah memberi secara terpisah, baik kurikulum maupun
bahan ajar.
Dengan resiko menambah kompleksitas, keluarga
home schooling dapat memilih materi-materi
yang benar-benar dibutuhkannya dan membelinya
secara terpisah.Selain kedua pilihan tersebut, keluarga home schooling dapat mengembangkan kreatifitasnya untuk
menentukan kurikulum dan materi-materi yang
digunakannya. Keluarga home schooling dapat menggabungkan antara membeli bahan pengajaran dan penggunaan
dan penggunaan materi yang ada di rumah,
atau membuat sendiri materi pengajaran yang dibutuhkannya.[6]
B. Kelebihan Dan Kekurangan Home
Schooling
Berikut
beberapa kelebihan dan kekurangan home schooling:
a. Kelebihan home schooling:
a)
Sesuai kebutuhan anak dan kondisi
keluarga
b)
Lebih memberikan peluang untuk
kemandirian dan kreatifitas individual yang tidak
didapatkan dalam model sekolah umum
c)
Memberi banyak keleluasaan bagi anak
untuk menikmati proses belajar
tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum.
tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum.
d)
Menyediakan pendidikan moral atau
keagamaan, lingkungan sosial dan suasana
belajar yang lebih baik.
e)
Menghindari penyakit sosial yang
dianggap orang tua dapat terjadi di
sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja (bullying), narkoba dan pelecehan
sekolah seperti tawuran, kenakalan remaja (bullying), narkoba dan pelecehan
f)
Memberikan keterampilan khusus yang
menuntut pembelajaran dalam waktu
yang lama seperti pertanian, seni, olahraga, dan sejenisnya.
g)
Memberikan kehangatan dan proteksi dalam
pembelajaran terutama bagi anak
yang sakit atau cacat.
h)
Customized, sesuai kebutuhan anak dan
kondisi keluarga. Lebih
memberikan peluang untuk kemandirian dan kreativitas individual yang tidak didapatkan dalam model sekolah umum. Memaksimalkan potensi anak sejak usia
dini, tanpa harus mengikuti standar waktu yang
ditetapkan di sekolah. Lebih
siap untuk terjun di dunia nyata (real world) karena proses pembelajarannya berdasarkan kegiatan sehari-hari yang
ada di sekitarnya. Kesesuaian
pertumbuhan nilai-nilai anak dengan keluarga. Relatif terlindung dari paparan nilai dan pergaulan yang menyimpang
(tawuran, drug, konsumerisme, pornografi,
mencontek, dsb). Kemampuan
bergaul dengan orang tua dan yang berbeda umur (vertical socialization). Biaya pendidikan dapat menyesuaikan
dengan keadaan orang tua.
i)
Memberikan Kemandirian dan Kreativitas
Individual. Dalam hal ini anak-anak dapat lebih
j)
mandiri dalam melakukan sesuatu.
Kreativitas mereka juga lebih terasah karena mereka bebas
k)
menuangkan apa yang ada di pikirannya.
l)
Peluang Untuk Mencapai Kompetensi
Individual Secara Maksimal. dapat memaksimalkan kemampuan individual mereka
sendiri
m)
Terlindung Dari Pergaulan Menyimpang.
n)
Anak Lebih Berkembang. Anak dapat lebih
berkembang dan memahami dirinya sendiri.
o)
Selainitu anak juga diajarkan dengan
kebebasan mengeluarkan pendapat, menolak suatu hal ataupun menyepakati nilai-nilai tertentu. Jadi
mereka tidak perlu takut akan celaan
teman-teman disekolah.[7]
b.
Kekurangan home schooling
1)
Tidak adanya suasana kompetitif sehingga
anak tidak bisa membandingkan sampai
dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya.
2)
Keterampilan dan dinamika bersosialisasi dengan
teman sebaya relati rendah.
3)
Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja
dalam tim (team work), Ahmad Multazam
at 10:12 AM organisasi dan
kepemimpinan.
4)
Proteksi berlebihan dari orang tua dapat
memberikan efek samping ketidakmampuan menyelesaikan situasi dan masalah sosial
yang kompleks yang tidak
terprediksi.
5)
Ketidak mampuan orang tua dalam
menguasai materi ajar dalam home schooling,
sehingga harus mendatangkan tutor dari luar, maka kondisi ini akan memperbesar biaya home schooling.
6)
Butuh komitmen dan keterlibatan tinggi
dari orang tua Butuh komitmen
dan keterlibatan tinggi dari orang tua
7)
Sosialisasi
seumur (peer-group socialization) relatif rendah.
8)
Anak relative tidak
terekspos dengan pergaulan yang heterogen secara sosial. Ada
resiko kurangnya kemampuan bekerja dalam tim (team work), organisasi,
dan kepemimpinan.
9)
Perlindungan
orang tua dapat memberikan efek samping ketidakmampuan
menyelesaikan situasi sosial dan masalah yang
kompleks yang tidak terprediksi.
kompleks yang tidak terprediksi.
10) Kurang
Interaksi. Anak-anak yang mengambil pendidikan homeschooling
akan berkurang
11) interaksi
sosialnya dengan teman sebaya. Sehingga dapat menyebabkan berkurangnya pengalaman hidup di dalam masyarakat.
Dengan kurangnya interaksi ini, mereka bisa saja terisolisasi
dari masyarakat.
12) Kurang
Bersaing. Sekolah merupakan tempat belajar yang dapat melatih anak untuk
bersaing dalam hal positif demi mencapai keberhasilan
yang mereka inginkan.
13) Belum
Ada Standardisasi Kurikulum. Pendidikan homeschooling
saat ini belum mempunyai kurikulum
yang tetap sehingga agak menyulitkan untuk mengikuti perkembangan pendidikan seperti di sekolah.
14) Kurang
Minat Belajar.
15)
Percaya atau tidak, teman sekelas
mempunyai peranan penting supaya[8]
a.
Faktor Pemicu dan Pendukung Homeschooling
Kegagalan sekolah formal Baik
di Amerika Serikat maupun di Indonesia, kegagalan sekolah formal dalam menghasilkan
mutu pendidikan yang lebih baik menjadi pemicu bagi keluarga-keluarga di Indonesia
maupun di mancanegara untuk menyelenggarakan homeschooling. Sekolah rumah
ini dinilai dapat menghasilkan didikan bermutu. Teori Inteligensi
ganda Salah satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam
perkembangan homeschooling adalah Teori
Inteligensi Ganda (Multiple Intelligences) dalam buku Frames of Minds: The Theory
of Multiple Intelligences (1983) yang digagas oleh
Howard Gardner.
Gardner menggagas teori inteligensi
ganda. Pada awalnya, dia menemukan distingsi 7 jenis inteligensi (kecerdasan) manusia.
Kemudian, pada tahun 1999, ia menambahkan 2 jenis inteligensi baru sehingga menjadi
9 jenis inteligensi manusia. Jenis-jenis inteligensi tersebut
adalah:Inteligensi linguistik; Inteligensi matematis-logis; Inteligensi
ruang-visual; Inteligensi kinestetik-badani; Inteligensi
musikal; Inteligensi interpersonal; Inteligensi intrapersonal; Inteligensi
ligkungan; dan Inteligensi eksistensial.
Teori Gardner ini memicu para orang tua untuk
mengembangkan potensi-potensi inteligensi yang dimiliki
anak. Kerapkali sekolah formal tidak mampu mengembangkan inteligensi anak,
sebab sistem sekolah formal sering kali malahan memasung inteligensi anak. (Buku
acuan yang dapat digunakan mengenai teori inteligensi ganda ini dalam bahasa Indonesia
ini, Teori Inteligensi Ganda, oleh Paul Suparno, Kanisius: 2003).
Sosok homeschooling terkenal Banyaknya
tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani sekolah
formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin Franklin, Thomas
Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan tokoh-tokoh lainnya. Benyamin
Franklin misalnya, ia berhasil menjadi seorang negarawan, ilmuwan, penemu, pemimpin
sipil dan pelayan publik bukan karena belajar di sekolah formal. Franklin hanya menjalani
dua tahun mengikuti sekolah karena orang tua tak mampu membayar biaya pendidikan.
Selebihnya, ia belajar tentang hidup dan berbagai hal dari waktu ke waktu dirumah
dan tempat lainnya yang bisa ia jadikan sebagai tempat belajar.
Tersedianya
aneka sarana Dewasa ini, perkembangan homeschooling ikut dipicu
oleh fasilitas yang berkembang di dunia nyata.
Fasilitas itu antara lain fasilitas pendidikan (perpustakaan, museum, lembaga penelitian),
fasilitas umum (taman, stasiun, jalan raya), fasilitas sosial (taman, panti
asuhan,rumah sakit), fasilitas bisnis (mall, pameran, restoran, pabrik, sawah,
perkebunan), dan fasilitas teknologi dan informasi (internet dan
audivisual).[9]
b. Persyaratan
Keberhasilan Home Scholing
Agar
homeschooling dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam
belajar, maka ada beberapa prasyarat keberhasilan dalam menyelenggarakan homeschooling,
1.
Kemauan
Dan Tekad yang Bulat
2.
Disiplin
Belajar Pembelajaran Yang Di Pegang teguh
3.
Ketersediaan
waktu Yang Cukup
4.
Keluwesan
dalam Pendekatan pembelajaran
5.
Kemampuan
ornag tua Mengelola kegiatan
6.
Ketersediaan sumber
belajar Dipenuhinya standar yang ditentukan
7.
Ditegakkannya
ketentuan hokum
8.
Diselenggarakannya
program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat
dan teman sebaya
9.
Dijalinnya
kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan
prinsip keterbukaan dan multimakna
10. Terjalin komunikasi yang baik antar penyelenggara
homeschooling
11. Tersedianya perangkat penilaian belajar yang
inovatif (misalnya dalam bentuk portofolio dan kolokium.[10]
c. Perbedaan Homeschooling dan Sekolah
Umum
Model
pendidikan yang paling terkenal dan diakui masyarakat adalah sistem sekolah
atau pendidikan formal baik yang
diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Sekolah umum seringkalidipandang sebagian orang lebih
valid dan disukai. Namun
bagi sebagian orang, sistem sekolah umum merupakan sekolah yang tidak memuaskan bagi perkembangan diri anak.
Sekolah umum menjadi kambing hitam atas output
yang dikeluarkannya. Hal ini terlihat dari output pendidikan formal banyak
menjadi koruptor, pelaku mafia peradilan,
politisi pembohong, dan penipu kelas kakap.
Alasan kekecewaan itulah memicu
keluarga-keluarga memilih sekolah rumah alias homeschooling sebagai pendidikan alternatif. Pada hakekatnya, baik homeschooling
maupun sekolah umum, sama-sama sebagai sebuah sarana
untuk menghantarkan anak-anak mencapai tujuan pendidikan seperti yang diharapkan. Namun homeschooling dan
sekolah memiliki perbedaan. Pada
sistem sekolah, tanggung jawab pendidikan anak didelegasikan orang tua kepada guru dan pengelola sekolah. Pada
homeschooling, tanggung jawab pendidikan anak sepenuhnya
berada di tangan orang tua.
Sistem
di sekolah terstandardisasi untuk memenuhi
kebutuhan anak secara umum, sementara sistem pada homeschooling disesuaikan dengan kebutuhan anak dan kondisi
keluarga. Pada sekolah, jadwal belajar telah
ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa. Pada homeschooling jadwal belajar Gun Sasongko Rahmanu di 09.40 fleksibel, tergantung pada kesepakatan
antara anak dan orang tua. Pengelolaan
di sekolah terpusat, seperti pengaturan dan penentuan kurikulum dan materi ajar. Pengelolaan pada homeschooling
terdesentralisasi pada keinginan keluarga homeschooling.
Kurikulum dan materi ajar dipilih dan ditentukan oleh orang tua.[11]
d.
Landasan Hukum Homeschooling
Departemen Pendidikan
Nasional menyebut sekolah-rumah dalam pengertian pendidikan homeschooling.
Jalur sekolah-rumah ini dikategorikan sebagai jalur pendidikan informal yaitu
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (pasal 1 Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional – Sisidiknas No. 20/2003). Kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Meskipun pemerintah tidak
mengatur standar isi dan proses pelayanan pendidikan informal, namun hasil pendidikan
informal diakui sama dengan pendidikan formal (sekolah umum) dan non formal
setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan
(pasal 27 ayat 2). Dalam UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Juga dijelaskan sistem pendidikan nasional
adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (pasal
1).
Berdasarkan definisi
pendidikan dan sistem pendidikan nasional tersebut, sekolah rumah menjadi
bagian dari usaha pencapaian fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
danmenjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Hal ini yang kemudian
membuat homeschooling dipilih sebagai salah satu alternatif proses belajar
mengajar dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Hingga kemudian model
homeschooling (Sekolah Rumah) dimasukan dalam revisi UU pendidikan no 20 tahun 2003. Pasal
7 UU Sisdiknas mengenai Hak dan Kewajiban Orangtua (Ayat 1) Orangtua berhak berperanserta
dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan
pendidikan anak. Ayat 2. Oangtua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya.
Mengaitkan antara
homeschooling dan Pasal 7 tersebut, saya menyimpulkan, homeschooling
sebenarnya bagus kalau diposisikan sebagai wahana pembentuk karakter dan
kepribadian anak. Orangtua justru akan ikut terlibat dan mewarnai pembentukan karakter
dan kepribadian anak mereka melalui homeschooling, dengan bahan ajar yang lebih
menitikberatkan pada penanaman nilai keimanan serta akhlak yang terpuji.
Hasilnya adalah tidak saja terbentuk karakter yang khas,
namun anak nantinya memiliki pendewasaan berpikir dan tidak
bermental tempe Pemerintah sendiri mengamini keberadaan
homeschooling melalui UU Sisdiknas, Pasal 27 mengenai
pendidikan informal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a.
Sejarah
Home scholing
Menurut
John Cadlwell Holt (Simbolon, 2008), filosofi berdirinya home
schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar,kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadiperbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan system sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education).
schooling adalah manusia pada dasarnya makhluk belajar dan senang belajar,kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur, atau mengontrolnya. Didorong oleh filosofi tersebut, pada tahun 1960-an terjadiperbincangan dan perdebatan luas mengenai pendidikan sekolah dan system sekolah. Sebagai guru dan pengamat anak dan pendidikan, Holt menyatakan bahwa kegagalan akademis pada siswa tidak ditentukan oleh kurangnya usaha pada sistem sekolah, tetapi disebabkan oleh sistem sekolah itu sendiri. Pada waktu yang hampir bersamaan, akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Ray dan Dorothy Moor melakukan penelitian mengenai kecenderungan orang tua menyekolahkan anak lebih awal (early childhood education).
b.
Pengertian
home scholing
Istilah
Homeschooling sendiri berasal dari bahasa Inggris berarti sekolah rumah.
Homeschooling berakardan bertumbuh di Amerika Serikat. Homeschooling dikenal
juga dengan sebutan home education, home based learning
atau sekolah mandiri.
c.
Kekurangan
Homescholing
1.
Tidak adanya suasana kompetitif sehingga
anak tidak bisa membandingkan sampai
dimana kemampuannya dibanding anak-anak lain seusianya.
2.
Keterampilan dan dinamika bersosialisasi
dengan teman sebaya relati rendah.
3.
Ada resiko kurangnya kemampuan bekerja
dalam tim (team work), Ahmad Multazam
at 10:12 AM organisasi dan kepemimpinan.
d.
Kelebihan
Home scholing
1.
Sesuai kebutuhan anak dan kondisi
keluarga
2.
Lebih memberikan peluang untuk
kemandirian dan kreatifitas individual yang tidak
didapatkan dalam model sekolah umum
3.
Memberi banyak keleluasaan bagi anak
untuk menikmati proses belajar
tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum.
tanpa harus merasa tertekan dengan beban-beban yang terkondisi oleh target kurikulum.
4.
Menyediakan pendidikan moral atau
keagamaan, lingkungan sosial dan suasana
belajar yang lebih baik.
B. Saran
Semoga makalah ini
memberikan manfaat dalam dunia pendidikan islam. Dan kami dari
penyusun makalah ini menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan isi makalah
masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan baik dari segi kata bahasa dan
kalimat, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan demi perbaikan penyusunan makalah selanjutnya.
Sumardiono,Home
scholling Lompatan Cara Belajar,Jakarta:Pt Elex Media Komputindo,2007.
Kurniasih Imas, Home
Schooling Bersekolah di Rumah Kenapa Tidak, Jogjakarta:Cakrawala, 2009.
Magdalena Maria,
Anakku Tidak Mau Sekolah Jangan Takut Cobalah Home
Schooling, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Schooling, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Satmoko Budi Santoso,Sekolah Alternatif mengapa tidak? Jogjakarta:Diva
press,2010.
Maria Magdalena,jangan takut coba-coba Home Scholing!, jakarta:Gramedia,2010
Holy
setyowati,Home scholing,Creating the best of me, jakarta:Gramedia,2010.
[1]
Sumardiono,Home scholling Lompatan
Cara Belajar,(Jakarta:Pt Elex Media Komputindo,2007),hal.13
[4]setyowati Holy,Home
scholing,Creating the best of me,(jakarta:Gramedia,2010).hal 22
[5]MagdalenaMaria,jangan takut
coba-coba Home Scholing!, (jakarta:Gramedia,2010), hal 24
[6] Budi
Santoso Satmoko,Sekolah Alternatif mengapa tidak?(Jogjakarta:Diva
press,2010)hal 16
[7]
Imas Kurniasih, Home
Schooling Bersekolah di Rumah Kenapa Tidak, (Jogjakarta:
Cakrawala, 2009), hlm. 9-10
Cakrawala, 2009), hlm. 9-10
[9]
Maria Magdalena, Anakku Tidak Mau Sekolah Jangan
Takut Cobalah Home
Schooling,( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm.8
Schooling,( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm.8
Komentar
Posting Komentar